Minggu, 30 Desember 2012

Dikusi Musculo Relaxant


Topik ini diedit dari Facebook grup: perawat anestesi indonesia (ipai).
  • Mengapa Sucinil kolin menyebabkan fasikulasi sedangkan tracurium dan rccuronium tidak?
  • Abu Mustangin: SY MUNGKIN AKAN SEDIKIT MEMBERI MASUKAN TENTANG PERTANYAAN ANDA MUDAHAN TIDAK KELIRU,KEBENARAN ADA DI TANGAN ALLOH ; BAGAIMANA HAL ITU TERJADI, DI DALAM TUBUH OBAT MENGALAMI BERBAGAI KEADAAN AL : FERMAKODINAMIK,FARMAKOKINETIK
  • FARMAKODINAMIKOBAT-OABTAN YG MASUK DALAM TUBUH AKAN MEMPENGARUHI SISTEM KESIMBANGAN DI DALAM TUBUH YG DI MASUKINYA.PADA PELUMPUH OTOT AKAN MEMPENGARUHI SISTEM MEKANISME TRANSMISI NEUROMUSKULER. ASETILKOLIN MERUPAKAN ENZYM YANG DILEPASKAN MELALUI UJUNG SARAF MOTORIK PADA OTOT RANGKA AKAN BERINTERAKSI DENGAN KOLINORESEPTOR DI AKHIR SYARAF ( ENDPLATE),PADA MEMBRANE SEL DAN MENYEBABKAN DEPOLAROSASI LOKAL ( ANDPLATE POTENTIAL= EPP). BILA HAL INI MELAWATI AMBANG RANGSANG AKAN MENIMBULKAN REPOLARISASI SEHINGGA AKHIRNYA TERJADILAH KONTRAKSI ( REPOLARISASI DAN DEPOLARISASI )
  • TUBERKURARINE MEMASUKI KOLINESTRASERESEPTOR SEHINGGA MENGHALANGI INTERAKSI DENGAN ASETILKOLIN AKIBATNYA ENDPLATE POTENSIALNYA (EPP) MENJADI MENURUN DAN TIDAK DAPAT MENGHASILKAN MUSCLE ACTION POTENSIAL(MAP) DENGAN DEMIKIAN KONTRAKSI OTOT TIDAK TERJADISUKSINIKOLIN MENGHAMBAT DENGAN CARA MENIMBULKAN DEPOLARISASI PERSISTEN PADA ANDPLATE KARENA OBAT TIDAK SEGERA DI URAIKAN SPERTI ASETILKOLIN. HAMBATAN INI MENYERUPAI PEMBERIAN DOSIS ASETILKOLIN DALAM JUMLAH BESAR ATAU EFEK PEMBERIAN ANTIKOLNESTRASE.AKIBATNYA MEMBRANE OTOT MENGALAMI AKOMODASI TERHADAP RANGSANGAN YANG PERSISTEN DAN TIDAK LAGI MEMBENTUK MUSCLE ACTION POTENSIL ( MAP) HAL INI DISEBUT BLOK FASE I,KEJADIAN INI DISUSUL DENGAN REPOLARISASI EPP PADA RESEPTOR KOLINERGIK, KEADAAN DIMANA TERJADI KEADAAN DESENTRALISASI RESEPTOR TERHADAP OBAT INI DISEBUT BLOK FASE II. KELUMPUHAN AKAN TERJADI SECARA BERTURUT-TURUT DARI OTOT RANGKA YANG KECIL SEHINGGA TERLIHAT BERGERAK CEPAT DARI OTOT EKSTRINSIK MATA,JARI-JARI KAKI DAN TANGAN BEGITU SAMPAI PADA OTOT DIAFRAGMA, PEMULIHAN TERJADI SEBALIKNYA 
  • INI ringkasanya supaya gampang dimengerti (mgkin teori spt yg pak abu Mustangin jelasin agak teoritis
  • Musculo relaxan (pelumpuh otot ada 2 gol):
  • 1. Gol Depolarisasi: yg ada satu2nya beredar di indonsia: sucinil colin
  • 2. Gol Non Depolarisasi: spt tracurium, rocuronium(roculac,esmeron), pancuronium (pavulon), norcuronium dll.
  • Dari nama Golongannya aja udah tau kan kenapa farmakologinya berbeda?(liat tlsannya P.abu).
  • Kenapa sucinil terjadi fasikulasi: KRN TERJADI DEPOLARISASI YANG TERUS MENERUS DAN DALAM WAKTU YG CEPAT, yg kita liat sebagai fasikulasi, setelah fasikulasi berhenti maka otot akan rilek. hal ini akibat ga enaknya adalah otot2 psn jadi sakit,pegal2 setelah post opnya.
  • KENAPA SECARA TEORI SUCINIL GA BOLEH DIULANG PEMBERIANNYA? salah satu penjelasnnya juga ini. Dan JIKA TERJADI NAFAS PASIEN TIDAK SPONTAN SPONTAN DALAM WAKTU LAMA SETEALH PEMBERIAN SUCINIL: juga belum ditemukan riverse-nya karena sucinil adalah gol DEPOLARISASI. KenapaTRACURIM dll (gol non depolarisasi) tak terjadi fasikulasi sptnya juga terjawab ,TUBERKURARINE MEMASUKI KOLINESTRASERESEPTOR SEHINGGA MENGHALANGI INTERAKSI DENGAN ASETILKOLIN AKIBATNYA ENDPLATE POTENSIALNYA (EPP) MENJADI MENURUN DAN TIDAK DAPAT MENGHASILKAN MUSCLE ACTION POTENSIAL(MAP) DENGAN DEMIKIAN KONTRAKSI OTOT TIDAK TERJADI
  • karena ga terjadi kontraksi maka tak ada fasikulasi jga tap hal ini jugakrn reseptornya sudah ditempati tubokurarine (obat relaxan yg non depolarisasi) maka otot menjadi rilex (lumpuh)…sehinggga jika durasi(masa kerja) obat sdh hbs tapi belum ada nafas spontan maka dilakukan RIVERSE DG POSTIGMINE (yg akan menempati kolinesterse reseptor) di syaraf shg bisa terjadi depolarisasi kembali dan otot bisa kontraksi relaksasi.(RIVERSE BISA DG PROSTIGMINE+sul atropin atao prostigmine aja tergantung klinis psn) 

  • dulu waktu saya masih kuliah akpernes di surabaya, pada waktu praktek sebelum diberi scholin,dianjurkan memakai relaxan non-depol dulu 1/2 dosis untuk prekurarisasi, katanya untuk mencegah pasien gemetar fasiculasi.setelah itu diberi scholin….sampai sekarang saya juga masih bingung,bagaimana gambaran teorinya ya??????tolong informasikan itu salah atau benar??????
  • Relaxan non depol unutk cegah fasikulasi sucinil cukup 1/3 atau 1/4 aja untuk cegah fasikulasi sucinil..teuri knnapa ga trjadi fasikulasi stelah pemberian pre kurarisasi non depol: obat non depol diberikan akan memberikan efek relak pd otot (lumpuh) meskipun tidak maximal (dg catatan onset pre kurarisasi tercapai sebelum sucinil msk), ini sudah cukup unutuk mengurangi efek fasikulasi sucinil ketika on set sucinil bekerja 

Anestesi Untuk Pasien dengan Cedera Otak Traumati

Anestesi Untuk Pasien dengan Cedera Otak Traumati

BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15 – 44 tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata – rata sekitar tiga puluh tahun, dan lebih didominasi oleh kaum laki – laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada kelompok usia anak – anak).
Pada kehidupan sehari – hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi kalangan medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan proses patofisiologis yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi diagnosik medis mutakhir cenderung bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai istilah lama seperti kromosio dan kontusio kini sudah ditingalkan dan klasifikasi cedera kepala lebih mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai keberhasilan penanganan yang maksimal.
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan pemahaman landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing – masing proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan morbilitas dan mortalitasnya.
Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit. Pada garis besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban dinamik. Beban statik timbul perlahan – lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan diterapkan pada kepala secara bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami gencetan atau efek tekanan yang lambat dan berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang, fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak.Biasanya koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.
Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik, dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari 200 mili detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan. Komplikasi kejadian ini dapat berupa hematom intrakranial, yang dapat menjadikan penderita cedera kepala derajat ringan dalam waktu yang singkat masuk dalam suatu keadan yang gawat dan mengancam jiwanya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak “ frekuensi hematom ini terdapat pada 75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal “.
B. TUJUAN PENULISAN
Pembuatan refran ini bertujuan  untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, anatomi, aplikasi klinis, klasifikasi, etiologi, fatofisiologi perdarahan intrakranial, serta memahami penanganan anastesi untuk pasien dengan cedera otak intrakranial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI
Cedera Kepala atau Traumatic Brain Injury (TBI) adalah salah satu dari trauma yang paling serius dan mengancam jiwa. Terapi yang tepat dan cepat diperlukan untuk mendapatkan outcome yang baik. Anestetist mengelola pasien ini sepanjang periode perioperatif, dari ruang gawat darurat sampai ke tempat pemeriksaan radiologi, kamar bedah, dan neuroICU.
Sasaran utama pengelolaan anestesi untuk pasien dengan cedera otak adalah optimalisasi tekanan perfusi otak dan oksigenasi otak, hindari cedera sekunder dan memberikan fasilitas pembedahan untuk dokter bedah saraf. Anestesi umum dianjurkan untuk memfasilitasi fungsi respirasi dan sirkulasi.
Cedera kepala diklasifikasikan kedalam cedera primer dan cedera sekunder. Klasifikasi ini berguna untuk pertimbangan terapi. Cedera primer adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh impak mekanis dan stres aselerasi-deselerasi pada tulang kepala dan jaringan otak, mengakibatkan patah tulang kepala (tulang kepala atau basis kranii) dan lesi intrakranial. Lesi intrakranial diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu cedera difus dan fokal. Difus injuri ada dua kategori yaitu brain concussion (bila hilangnya kesadaran berakhir < 6 jam) dan Diffus axonal injury /DAI (bila hilangnya kesadaran berakhir > 6 jam). Fokal injury ada beberapa macam antara lain brain contusion, epidural hematom, subdural hematom, intracerebral hematom. Cedera sekunder berkembang dalam menit, jam atau hari sejak cedera pertama dan menimbulkan kerusakan lanjutan dari jaringan saraf. Penyebab paling umum dari cedera sekunder adalah hipoksia dan iskemi serebral. Cedera sekunder dapat disebabkan hal-hal berikut : 1) disfungsi respirasi (hipoksemia, hiperkarbia), 2) instabilitas kardiovaskuler ( hipotensi, curah jantung rendah), 3) peningkatan tekanan intrakranial, dan 4) kekacauan biokimi
B. ANATOMI
B.1 Meninges dan Vasa Darah Otak
1.   Meninges
Meninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock absorber. Meninges terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater, arachnoidea dan piamater.
a.   Duramater
Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina meningealis. Membentuk lipatan / duplikatur dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana diantara kedua hehemispherium cerebri disebut falx cerebri , berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan cerebellum disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella tursica merupakan pembungkus hipophysis disebut diafragma sellae.
Diantara dua lembar duramater, dibeberapa tempat membentuk ruangan disebut sinus ( venosus ) duramatris.
Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv. Emissari. Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan. Sinus duramater yang tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan sinus occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae, dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior menerima darah dari facies medialis otak. Sinus rectus terletak diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v. cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus occipitalis mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinuum.
Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus cavernosus, sinus sigmoideus dan sinus petrosus superior dan inferior. Sinus tranversus menerima darah dari sinus sagitalis superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis interna. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus berbentuk huruf S. Sinus petrosus superior dan inferior menerima darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan masing – masing ke sinus traaanversus dan v. jugularis interna.
b.   Aracnoidea
Membran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam sulcus / fissura kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea banyak muncul trabecula halus menuju kepiamater membentuk bangunan seperti sarang laba – laba.
Diantara aracnoidea dan piamater terdapat ruang spatium subaracnoidale, yang dibeberapa tempat melebar membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara duramater dan aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater disebut spatium epidurale.
Dari aracnoidea juga muncul jonjot – jonjot yang mengadakan invaginasi ke duramater disebut granulasio aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep satu arah memungkinkan lalunya bahan – bahan dari LCS ke sinus venosus.
c.   Piamater
Piamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis, mengikuti setiap lekukan, mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu bersama dengan ependyma membentuk tela choroidea. Piamater berperan sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang membahayakan.
B.2. Vasa Darah Otak
a.   Arteri
Otak divaskularisasi oleh cabang – cabang a. carotis interna dan a. vertebralis. A. carotis interna merupakan cabang dari a. carotis comunis yang masuk ke kavum cranii melalui canalis caroticus, cabang- cabangnya adalah a. optalmica, a. choroidea anterior, a. cerebralis anterior dan a.cerebralis medialis. A. opthalmica mempercabang a. centralis retina, a. cerebralis anterior mempercabangkan a. communicans anterior, sedangkan a. cerebralis medialis mempercabangkan a. communican posterior.
Arteri vertebralis merupakan cabang a. subclavia naik ke leher melalui foramina tranversalis. Kedua a. vertebralis di kranial pons membentuk a. basillaris yang mempercabangkan aa. Pontis, a.labirintina (mengikuti n. V dan n. VIII ), a. cerebellaris superior ( setinggi n. III dan n. IV ) dan a. cerebralis posterior yang merupakan cabang terminal a. basilaris.
Cabang -.cabang a. carotis interna dan a. vertebralis membentuk circulus arteriosus Willis yang terdapat disekitar chiasma opticum. Dibentuk oleh a. cerebralis anterior, a. cerebralis media, a. cerebralis posterior, a. comunican posterior dan a.communican anterior. Sistem ini memungkinkan suplai darah ke otak yang adekuat terutama jika terjadi oklusi / sumbatan.
b.   Vena
Vena diotak diklasifikasikan sebagai berikut :
-     Vena cerebri eksterna, meliputi v. cerebralis superior / lateralis / medialis / inferior dan vv. Basallles.
-     Vena cerebri interna, meliputi v. choroidea dan v. cerebri magna.
-     Vv. Cerebellaris
-     Vv. Emissariae, yaitu vena yang menghubungkan sinus duralis dengan vena superfisialis cranium yang berfungsi sebagai klep tekanan jika terjadi kenaiakan tekanan intrakranial. Juga berperan dalam penyebaran infeksi ke dalam cavum cranii.
Vena yang berasal dari truncus cerebri dan cerebellum pada umumnya mengikuti kembali aliran arterinya. Sedangkan aliran balik darah venosa di cerebrum tidak tidak mengikuti pola di arterinya. Semua darah venosa meninggalkan otak melalui v. jugularis interna pada basis cranii. Anastomosis venosa sangat ektensif dan efektif antara vv. Superfisialis dan vv. Profunda di dalam otak.
C. MENIFESTASI KLINIS
Pada trauma kapitis dapat terjadi perdarahan intrakranial / hematom intrakranial yang dibagi menjadi :hematom yang terletak diluar duramater yaitu hematom epidural, dan yang terletak didalam duramater yaitu hematom subdural dan hematom intraserebral ; dimana masing-masing dapat terjadi sendiri ataupun besamaan.
D. KLAFISIKASI PERDAAHAN INTRAKRANIAN
D.1 EPIDURAL HEMATOMA
D.1.a. Definisi
Hematom epidural merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% – 95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.
D.1.b Etiologi
Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :
-          Trauma kepala
-          Sobekan a/v meningea mediana
-          Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum
-          Ruptur v diplorica
Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.
Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal atau tulang sfenoid.
D.1.c. Klasifikasi
Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi :
1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma
2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam – 7 hari
3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7
D.1.d. Patofisiologi
Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.
D.1.e. Gejala klinis
Gejala klinis hematom epidural terdiri dari tria gejala;
1.   Interval lusid (interval bebas)
Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera.
Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid.
Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri.
2.   Hemiparesis
Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.
3.   Anisokor pupil
Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
D.1.f. Terapi
Hematom epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan.
Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah yamg baru.
- Trepanasi –kraniotomi, evakuasi hematom
- Kraniotomi-evakuasi hematom
D.1.g. Komplikasi Dan Outcome
Hematom epidural dapat memberikan komplikasi :
-          Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intrakranial
-          Kompresi batang otak – meninggal
Sedangkan outcome pada hematom epidural yaitu :
-          Mortalitas 20% -30%
-          Sembuh dengan defisit neurologik 5% – 10%
-          Sembuh tanpa defisit neurologik
-          Hidup dalam kondisi status vegetatif
D.2 SUBDURAL HEMATOMA
D.2. a Definisi
Perdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat berasal dari:
1.   Ruptur vena jembatan ( “Bridging vein”) yaitu vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater.
2.   Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoid’
D. 2. b Etiologi
1.      Trauma kepala.
2.      Malformasi arteriovenosa.
3.      Diskrasia darah.
4.      Terapi antikoagulan
D.2.c. Klasifikasi
1.   Perdarahan akut
Gejala yang timbul segera hingga berjam – jam setelah trauma.Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens.
2.   Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 – 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
3.   Perdarahan kronik
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens
D. 2.d. Patofisiologi
Vena cortical menuju dura atau sinus dural pecahdan mengalami memar atau laserasi, adalah lokasi umum terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan dengan comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah dalam exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.
D. 2.e. Gejala klinis
Gejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penutunan kesadaran. Kebanyakan kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat deperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada effek massa atau lesi lainnya.
Gejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala yang riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor otak.
D.2.f. Terapi
Tindakan terapi pada kasus kasus ini adalah kraniotomi evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi via burr-hole. Khusus pada penderita hematom subdural kronis usia tua dimana biasanya mempunyai kapsul hematom yang tebal dan jaringan otaknya sudah mengalami atrofi, biasanya lebih dianjurkan untuk melakukan operasi kraniotomi (diandingkan dengan burr-hole saja).
D.2.g. Komplikasi Dan Outcome
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
1.   Hemiparese/hemiplegia.
2.   Disfasia/afasia
3.   Epilepsi.
4.   Hidrosepalus.
5.   Subdural empiema
Sedangakan outcome untuk subdural hematom adalah :
1.   Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%
2.   Pada sub dural hematom kronis :
-     Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%.
-     Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%.
D.3 INTRASEREBRAL HEMATOM
D.3.a. Definisi
Adalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hematom intraserbral pasca traumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera.
Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 mldalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial /bercak).
D.3.b. Etiologi
Intraserebral hematom dapat disebabkan oleh :
1. Trauma kepala.
2. Hipertensi.
3. Malformasi arteriovenosa.
4. Aneurisme
5. Terapi antikoagulan
6. Diskrasia darah
D.3.c. Klasifikasi
Klasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya ;
1. Hematom supra tentoral.
2. Hematom serbeller.
3. Hematom pons-batang otak.
III.3.d. Patofisiologi
Hematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di frontotemporal atau di daerah ganglia basalis, dan kerap disertai dengan lesi neuronal primer lainnya serta fraktur kalvaria.
D.3.e. Gejala klinis.
Klinis penderita tidak begitu khas dan sering (30%-50%) tetap sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya. Manifestasi klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari pasca cedera, namun dengan adanya scan computer tomografi otak  diagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat.
Kriteria diagnosis hematom supra tentorial nyeri kepala mendadak  penurunan tingkat kesadaran dalam waktu 24-48 jam.
Tanda fokal yang mungkin terjadi ;
-          Hemiparesis / hemiplegi.
-          Hemisensorik.
-          Hemi anopsia homonim
-          Parese nervus III.
Kriteria diagnosis hematom serebeller ;
-          Nyeri kepala akut.
-          Penurunan kesadaran.
-          Ataksia
-          Tanda tanda peninggian tekanan intrakranial.
Kriteria diagnosis hematom pons batang otak:
-          Penurunan kesadaran koma.
-          Tetraparesa
-          Respirasi irreguler
-          Pupil pint point
-          Pireksia
-          Gerakan mata diskonjugat.
D.3.f. Terapi umum
Untuk hemmoragi kecil treatmentnya adalah observatif dan supportif. Tekanan darah harus diawasi. Hipertensi dapat memacu timbulnya hemmoragi. Intra cerebral hematom yang luas dapat ditreatment dengan hiperventilasi, manitol dan steroid dengan monitorong tekanan intrakranial sebagai uasaha untuk menghindari pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk hematom masif yang luas dan pasien dengan kekacauan neurologis atau adanya elevasi tekanan intrakranial karena terapi medis
Konservatif
-          Bila perdarahan lebih dari 30 cc supratentorial
-          Bila perdarahan kurang dari 15 cc celebeller
-          Bila perdarahan pons batang otak.
Pembedahan
Kraniotomi
-          Bila perdarahan supratentorial lebih dari 30 cc dengan effek massa
-      Bila perdarahan cerebeller lebih dari 15 cc dengan effek massa
E. PENANGANAN
Persiapan anastesi
1. Pemeriksaan prabedah
Pemeriksaan prabedah sama seperti pemeriksaan rutin untuk tindakan anestesi lain, hanya ditambah dengan evaluasi tekanan intrakranial, efek samping kelainan serebral, terapi dan pemeriksaan sebelumnya, hasil CT-scan, MRI dll. CT scan menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dengan adanya midline shift, obliterasi sisterna basalis, hilangnya sulkus, hilangnya ventrikel (atau pembesaran, dalam kasus hidrosefalus), dan edema (adanya daerah hipodensitas).
Indikasi untuk pemasangan monitor tekanan intrakranial adalah 1) CT scan abnormal dan GCS 3-8 setelah resusitasi syok dan hipoksia adekuat, 2) CT scan normal dan GCS 3-8 dan disertai dua atau lebih : umur > 40 tahun, posturing, tekanan sistolik < 90 mmHg. Pemantauan tekanan intrakranial menggunakan kateter intraventrikuler lebih disukai karena selain dapat membaca tekanan intrakranial juga dapat digunakan untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial dengan cara drainase cairan serebrospinal. Terapi untuk menurunkan tekanan intrakranial umumnya dimulai pada level tekanan intrakranial 20-25 mmHg. Tujuannya untuk mempertahankan tekanan perfusi otak > 70 mmHg.
Pengobatan hipertensi intrakranial adalah level kepala 150 sampai 300, mengendalikan kejang, ventilasi PaCO2 normal rendah (35 mmHg), suhu tubuh normal, tidak ada obstruksi drainase vena jugularis, optimal resusitasi cairan dan semua homeostasis fisiologis, dan pemberian sedasi dan obat pelumpuh otot bila diperlukan. Bila tindakan ini gagal untuk menurunkan tekanan intrakranial, tambahan terapi diberikan dalam manuver first-tier dan second-tier terapi.
First-tier terapi adalah : 1) drainase CSF secara inkremental melalui kateter intraventricular, 2) Diuresis dengan mannitol, 0.25-1.5 g/kg diberikan lebih dari 10 menit, 3) hiperventilasi moderat. Mannitol menurunkan tekanan intrakranial dengan cara mengurangi edema otak dan memperbaiki aliran darah otak. Akan tetapi, mannitol dapat menyebabkan diuresis dan hipotensi, terutama pada fase resusitasi awal bila tidak dipasang alat pantau invasif dan adanya cedera lain tidak diketahui. Karena itu, dipertahankan euvolemia atau sedikit hipervolemia selama terapi mannitol dan osmolaritas serum dipantau serta dipertahankan dibawah 320 mOsm/L. Hiperventilatisi moderat untuk mencapai PaCO2 antara 35 sampai 40 mmHg juga menurunkan tekanan intrakranial dengan mengurangi aliran darah otak. Hiperventilasi harus dilakukan dengan singkat untuk mengobati gangguan neurologis akut atau peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter terhadap drainase cairan serebrospinal dan pemberian mannitol.
Second-tier terapi adalah: 1) hiperventilasi agressif, 2) dosis tinggi barbiturat dan, 3) craniektomi decompresif. Hiperventilasi agressif untuk mencapai PaCO2 < 30 mmHg mungkin diperlukan untuk peningkatan tekanan intrakranial yang tidak berespon terhadap first-tier terapi. Bila digunakan aggresif hiperventilasi, pemantauan jugular venous oxygen saturation (SJO2) atau cerebral tissue oxygenation dianjurkan untuk menilai pengaruh penurunan aliran darah otak pada metabolisme oksigen serebral.
Herniasi otak adalah satu hal yang paling ditakutkan sebagai akibat penyakit intrakranial misalnya tumor otak atau cedera kepala. Dari pasien cedera kepala yang berkembang menjadi herniasi transtentorial, hanya 18% mempunyai outcome yang baik, didefinisikan sebagai good recovery atau moderate disability.
Secara klasik, trias yang dihubungkan dengan herniasi transtentorial yaitu penurunan kesadaran, dilatasi pupil, motor posturing timbul sebagai konsekwensi adanya massa hemisperic. Tanda pertama dan ketiga akan hilang bila pasien dianestesi dan yang kedua memerlukan pemantauan pupil yang sering.
Pengelolaan klinis sindroma herniasi adalah sama dengan pengelolaan hipertensi intrakranial yaitu dirancang untuk mengurangi volume otak dan volume darah otak yaitu dengan cara: berikan mannitol, hiperventilasi. Tambahan tindakan yang mungkin digunakan adalah posisi kepala head-up (supaya drainase vena serebral baik), posisi leher netral (untuk menghindari penekanan vena jugularis), pola ventilasi yang tepat, glukokortikoid (hanya untuk tumor atau abses otak, tidak efektif untuk stroke dan kerusakan akibat hipoksia), sedasi, pelumpuh otot dan terapi demam (lakukan hipotermi ringan). Bila tekanan darah naik, harus dikurangi secara hati-hati karena hipertensi umumnya sekunder bukan primer (merupakan komponen dari trias Cushing).
Pengelolaan pasien tanpa adanya tanda klinis herniasi otak. Bila tidak ada tanda herniasi transtentorial, sedasi dan pelumpuh otot harus digunakan selama transportasi pasien untuk kemudahan dan keamanan selama transportasi. Agitasi, confus sering terdapat pada pasien cedera kepala dan memerlukan pertimbangan pemberian sedasi. Pelumpuh otot mempunyai keterbatasan untuk evaluasi pupil serta dalam pemeriksaan CT scan. Karena itu, penggunaannnya pada pasien tanpa tanda herniasi otak adalah bila pemberian sedatif saja tidak cukup untuk menjamin keamanan dan kemudahan transportasi pasien. Bila akan digunakan pelumpuh otot, pakailah yang masa kerjanya pendek. Tidak perlu mannitol karena dapat menimbulkan hipovolemia. Tidak perlu dilakukan hiperventilasi tapi asal optimal oksigenasi dan normal ventilasi.
Pengelolaan pasien dengan adanya tanda klinis herniasi otak. Bila ada tanda herniasi transtentorial atau perubahan progresif dari memburuknya neurologis yang bukan disebabkan akibat ekstrakranial, diindikasikan untuk melakukan terapi agresif peningkatan tekanan intrakranial. Hiperventilasi mudah dilakukan dengan meningkatkan frekuensi ventilasi dan tidak tergantung pada sukses atau tidaknya resusitasi volume. Disebabkan hipotensi dapat menimbulkan memburuknya neurologis dan hipertensi intrakranial maka pemberian mannitol hanya bila volume sirkulasi adekuat. Bila belum adekuat jangan dulu diberi mannitol.
2. Anestesi
Pasien dengan cedera kepala berat (GCS 3-8) biasanya telah dilakukan intubasi di unit gawat darurat atau untuk keperluan CT-scan. Bila pasen datang ke kamar operasi belum dilakukan intubasi, dilakukan oksigenasi dan bebaskan jalan nafas. Spesialis anestesi harus waspada bahwa pasien ini mungkin dalam keadaan lambung penuh, hipovolemia, dan cervical spine injury.
Beberapa teknik induksi dapat dilakukan dan keadaan hemodinamik yang stabil menentukan pilihan teknik induksinya. Rapid sequence induction dapat dipertimbangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil walaupun prosedur ini dapat meningkatkan tekanan darah dan tekanan intrakranial. Selama pemberian oksigen 100%, dosis induksi pentotal 3-4 mg/kg atau propofol 1-2 mg/kg dan succinylcholin1,5 mg/kg diberikan, lidokain 1,5 mg/kg lalu dilakukan intubasi endotrakheal. Etomidate 0,2-0,3 mg/kg dapat diberikan pada pasien dengan status sirkulasi diragukan. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dosis induksi diturunkan atau tidak diberikan. Akan tetap, depresi kardiovaskuler selalu menjadi pertimbangan, terutama pada pasien dengan hipovolemia.
Succinylcholin dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pemberian dosis kecil pelumpuh otot nondepolarisasi dapat mencegah kenaikkan tekanan intrakranial, akan tetapi keadaan ini tidak dapat dipastikan. Succinylcholin tetapi merupakan pilihan, terutama, untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi yang cepat. Rocuronium 0,6 -1 mg/kg merupakan alternatif yang memuaskan disebabkan karena onsetnya yang cepat dan sedikit pengaruhnya pada dinamika intrakranial.
Bila pasien stabil dan tidak ada lambung penuh, induksi intravena dapat dilakukan dengan titrasi pentotal atau propofol untuk mengurangi efeknya pada sirkulasi. Berikan dosis intubasi pelumpuh otot tanpa diberikan priming terlebih dulu. Sebagai contoh, dengan rocuronium 0,6-1 mg/kg diperoleh kondisi intubasi yang baik dalam watu 60-90 detik. Fentanyl 1-4 ug/kg diberikan untuk menumpulkan respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi. Lidokain 1,5 mg/kg intravena diberikan 90 detik sebelum laringoskopi dapat mencegah kenaikan tekanan intrakranial.
Intubasi dengan pipa endotrakheal sebesar mungkin yang bisa masuk, dan pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir secara pasif selama berlangsungnya operasi. Jangan dipasang melalui nasal disebabkan kemungkinan adanya fraktur basis kranii dapat menyebabkan masuknya pipa nasogastrik kedalam rongga cranium.
Pemeliharaan anestesi dipilih dengan obat yang ideal yang mampu menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan pasokan oksigen yang adekuat ke otak, dan melindungi otak dari akibat iskemia. Pemilihan obat anestesi berdasarkan pertimbangan patologi intrakranial, kondisi sistemik, dan adanya multiple trauma.
Tiopental dan pentobarbital menurunkan aliran darah otak, volume darah otak, dan tekanan intrakranial. Penurunan tekanan intrakranial oleh obat ini berhubungan dengan penurunan aliran darah otak dan volume darah otak akibat depresi metabolisme. Obat-obat ini juga mempunyai efek pada pasien yang respon terhadap CO2nya terganggu. Tiopental dan pentobarbital mempunyai efek proteksi melawan iskemia otak fokal. Pada cedera kepala, iskemia merupakan sequele yang umum terjadi. Walaupun barbiturat mungkin efektif pada brain trauma, tapi tidak ada penelitian Randomized Controlled Trial yang menunjukkan secara definitif memperbaiki outcome setelah cedera otak traumatika. Sebagai tambahan, tiopental dapat mempunyai efek buruk bila tekanan darah turun.
3. Pascabedah
Bila pasien prabedah GCS 8 kebawah, pasca bedah tetap diintubasi. Bila masih tidak sadar, pasien mungkin dilakukan ventilasi mekanik atau nafas spontan. Harus diperhatikan bahwa pasien dalam keadaan posisi netral-head up, jalan nafas bebas sepanjang waktu, normokapni, oksigenasi adekuat, normotensi, normovolemia, isoosmoler, normoglikemia, normotermia (35-360C). Berikan fenitoin sampai 1 minggu pascabedah untuk profilaksis kejang. Nutrisi enteral dimulai dalam 24 jam pascabedah.
Dikutip dari: www.rendytamarapunya.blogspot.com

Anatomi dura mater tulang belakang

Anatomi dura mater tulang belakang

Dura mater tulang belakang adalah tabung memanjang dari foramen magnum ke segmen kedua dari sakrum. Ini berisi kabel dan saraf tulang belakang akar yang menembusnya. Dura mater adalah, padat jaringan lapisan ikat terdiri dari kolagen dan serat elastis. Gambaran klasik dari dura mater tulang belakang dari serat kolagen berjalan di direction.53 membujur ini telah didukung oleh studi histologis dari ajaran mater.93 dura klinis berdasarkan pandangan dari dura merekomendasikan bahwa jarum tulang belakang pemotongan sejajar berorientasi bukan pada sudut kanan serat ini dural longitudinal. Orientating jarum pada sudut kanan ke serat paralel, dikatakan akan dipotong lebih banyak serat. Serat dural dipotong, yang sebelumnya di bawah ketegangan, maka akan cenderung untuk menarik kembali dan meningkatkan dimensi longitudinal perforasi dural, meningkatkan kemungkinan sakit kepala pasca-tulang belakang. Studi klinis telah menegaskan bahwa pasca-dural sakit kepala tusukan lebih mungkin ketika jarum tulang belakang pemotongan adalah berorientasi tegak lurus terhadap arah serat dural. Namun, cahaya terbaru dan studi mikroskopik elektron dari dura mater manusia telah diperebutkan ini deskripsi klasik anatomi mater.102 dura Studi ini menggambarkan dura mater yang terdiri dari serat kolagen diatur dalam beberapa lapisan sejajar dengan permukaan. Setiap lapisan atau lamellae terdiri dari kolagen dan serat elastis yang tidak menunjukkan spesifik orientation.43 Permukaan luar atau epidural mungkin memang memiliki serat dural diatur dalam arah longitudinal, tetapi pola ini tidak terulang melalui lapisan dural berturut-turut. Pengukuran terakhir ketebalan dural juga menunjukkan bahwa dura posterior bervariasi dalam ketebalan, dan bahwa ketebalan dura pada tingkat tulang belakang tertentu tidak dapat diprediksi dalam individu atau antara individuals.102 perforasi Dural di daerah tebal dura mungkin kurang cenderung menyebabkan kebocoran CSF daripada perforasi di daerah tipis, dan dapat menjelaskan konsekuensi tak terduga dari perforasi dural.Cairan serebrospinalProduksi CSF terjadi terutama di koroid pleksus, namun ada beberapa bukti produksi extrachoroidal. Sekitar 500 ml CSF diproduksi setiap hari (0,35 ml min-1). Volume CSF pada orang dewasa adalah sekitar 150 ml, dimana setengahnya berada dalam rongga tengkorak. Tekanan CSF di daerah pinggang dalam posisi horizontal adalah antara 5 dan 15 cm H2O. Pada asumsi postur tegak, ini meningkat menjadi lebih dari 40 cm H2O. Tekanan CSF pada anak-anak meningkat dengan usia, dan mungkin sedikit lebih dari beberapa cm H2O pada awal kehidupan.Dura mater dan respon terhadap traumaKonsekuensi dari perforasi dura tulang belakang atau tengkorak adalah bahwa akan ada kebocoran CSF. Bedah saraf pengalaman perforasi dural adalah bahwa bahkan perforasi kecil harus ditutup, baik secara langsung atau melalui penerapan bahan graft sintetik atau biologis dural. Kegagalan untuk menutup perforasi dural dapat mengakibatkan perlengketan, terus CSF kebocoran, dan risiko infeksi. Ada studi eksperimental beberapa respon dari dura untuk perforation.70 Pada tahun 1923, tercatat bahwa cacat dural disengaja dalam dura tengkorak anjing membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk menutup. Penutupan ini difasilitasi melalui proliferasi fibroblastik dari tepi potongan dura. Bekerja diterbitkan pada 195.970 menepis anggapan bahwa proliferasi fibroblastik muncul dari tepi potongan dura. Studi ini menyatakan bahwa perbaikan dural difasilitasi oleh proliferasi fibroblastik dari jaringan sekitarnya dan bekuan darah. Studi ini juga mencatat bahwa perbaikan dural dipromosikan oleh kerusakan pada arachnoid pia, otak yang mendasari dan adanya bekuan darah. Oleh karena itu mungkin bahwa jarum tulang belakang dengan hati-hati ditempatkan di ruang subarachnoid tidak mempromosikan penyembuhan dural, sebagai trauma jaringan yang berdekatan minimal. Memang, pengamatan bahwa darah mempromosikan penyembuhan dural setuju dengan pengamatan asli Gormley bahwa keran berdarah kurang mungkin untuk menyebabkan sakit kepala tusukan pasca-dural sebagai konsekuensi dari CSF ketekunan leak.51Jarum deformasi ujung dan perforasi duralTelah diusulkan bahwa kontak dengan tulang selama penyisipan dapat menyebabkan ujung jarum spinal deformation.67 90 Tips jarum Rusak dapat menyebabkan peningkatan ukuran perforasi dural berikutnya. Baru-baru ini penelitian in vivo telah menunjukkan bahwa jarum jenis pemotongan tulang belakang lebih mungkin untuk menjadi cacat setelah kontak tulang dibandingkan berukuran sebanding pensil-point needles.90 Namun, tidak ada dalam vivo67 atau dalam pekerjaan vitro belum menunjukkan peningkatan ukuran perforasi dural di mana jarum yang digunakan rusak.Konsekuensi dari tusukan duralMenusuk dari dura memiliki potensi untuk memungkinkan pengembangan kebocoran yang berlebihan dari CSF. Kerugian Kelebihan CSF menyebabkan hipotensi intrakranial dan pengurangan dibuktikan dalam CSF volume.52 Setelah pengembangan pasca-dural tusuk sakit kepala, kehadiran kebocoran CSF telah dikonfirmasi dengan radionuklida cisternography, 100 radionuklida myelography, studi manometric, epiduroscopy dan langsung visualisasi di Laminektomi. Tekanan subarachnoid dewasa 5-15 cm H20 berkurang menjadi 4,0 cm H20 atau less.100 Tingkat kehilangan CSF melalui perforation29 dural (0,084-4,5 ml s-1) umumnya lebih besar daripada laju produksi CSF (0,35 ml min-1), terutama dengan ukuran lebih besar dari jarum 25G.29 101Gadolinium-enhanced MRI, dengan adanya sakit kepala tusukan pasca-dural, sering menunjukkan 'kendur' dari struktur intrakranial. The MRI mungkin atau mungkin tidak menunjukkan enhancement.56 meningeal Peningkatan meningeal ini disebabkan vasodilatasi berdinding tipis kapal dalam menanggapi hipotensi intrakranial. Studi histologis telah mengkonfirmasi bahwa vasodilatasi pembuluh meningeal tidak berhubungan dengan suatu response.56 inflamasi    Meskipun kehilangan CSF dan menurunkan tekanan CSF tidak diperdebatkan, mekanisme yang sebenarnya menghasilkan sakit kepala tidak jelas. Ada dua kemungkinan penjelasan. Pertama, penurunan tekanan CSF menyebabkan traksi pada struktur intrakranial dalam posisi tegak. Struktur ini adalah nyeri sensitif, yang menyebabkan sakit kepala karakteristik. Kedua, hilangnya CSF menghasilkan venodilatation kompensasi vis-à-vis Monro-Kellie doctrine.52 The Monro-Kellie doktrin, atau hipotesis, menyatakan bahwa jumlah volume otak, CSF, dan darah intrakranial konstan. Konsekuensi dari penurunan volume CSF adalah peningkatan kompensasi dalam volume darah. Venodilatation ini kemudian bertanggung jawab untuk sakit kepala.Sebelumnya Bagian BagianInsidensiInsiden pasca-dural kepala tusukan adalah 66% pada 1.898,137 ini kejadian cukup tinggi pasca-tulang belakang sakit kepala itu kemungkinan disebabkan oleh penggunaan besar mengukur, bevel menengah, memotong jarum tulang belakang (jarum 5, 6 dan 7, Gambar. 1) . Pada tahun 1956, dengan pengenalan jarum 22g dan 24g, kejadian tersebut diperkirakan 11% 0,132GambarLihat versi yang lebih besar:

Figure 

Gambar 1 representasi grafis dari epidural (jarum 4) dan desain ujung jarum tulang belakang. Perhatikan lubang besar dan ujung kerucut dari Sprotte ® Needle 2, dibandingkan dengan lubang kecil dan tip berlian Needle Whitacre 3. Jarum 5, 6 dan 7 yang disediakan oleh Sheffield anestesi Museum dan merupakan indikasi dari gaya jarum tulang belakang yang digunakan di masa lalu. 1, 26G Atraucan ® Desain Bevel ganda, 2, 26G Sprotte ® Gaya Titik Pensil, 3, 22g Whitacre Gaya Titik Pensil, 4, 16G Tuohy Needle, 5, 17G Barkers jarum Spinal, 6, Gauge jarum besar Spinal, 7, 18G Crawford Needle.Saat ini penggunaan jarum halus mengukur pensil-titik, seperti Whitacre dan Sprotte ® telah menghasilkan penurunan lebih besar pada kejadian pasca-dural tusuk sakit kepala, yang bervariasi dengan jenis prosedur dan pasien yang terlibat. Hal ini terkait dengan ukuran dan desain dari jarum tulang belakang yang digunakan (Gambar 1, Tabel 1), 36 pengalaman personil melakukan pungsi dural, 35 dan usia dan jenis kelamin pasien.


Hubungan antara ukuran jarum dan kejadian pasca-dural sakit kepala tusukanAnestesi spinalDokter-dokter anestesi telah aktif dalam upaya untuk mengurangi kejadian pasca-tulang belakang sakit kepala. Mengurangi ukuran jarum tulang belakang telah membuat dampak yang signifikan terhadap kejadian pasca-tulang belakang sakit kepala. Insiden adalah ~ 40% dengan jarum 22g, 25% dengan jarum 25G, 4 44 2% -12% dengan jarum Quincke 26G, 4 dan 45 <2% dengan needle.47 29g Namun, kesulitan teknis menyebabkan gagal dari anestesi spinal yang umum dengan jarum dari 29g atau smaller.47 Pada tahun 1951, Whitacre dan Hart59 memperkenalkan 'atraumatic' jarum tulang belakang (jarum 3, Gambar. 1). Desain ini menawarkan karakteristik penanganan jarum yang lebih besar dengan insiden rendah pasca-tulang belakang kepala (Tabel 1). Needle modifikasi sejak saat itu, seperti Sprotte ® 119 ® dan Atraucan 63 jarum, menjanjikan pengurangan lebih lanjut dalam pasca-tulang belakang sakit kepala.Diagnostik lumbal pungsiPenerimaan dari jarum pengukur kecil untuk pungsi lumbal diagnostik telah lambat untuk berkembang. Sampai saat ini, pungsi lumbal diagnostik biasanya dilakukan dengan bevel menengah 20G 18G atau bahkan memotong jarum dengan tingginya insiden pasca-tulang belakang sakit kepala. Sebuah publikasi baru-baru dipromosikan kebajikan dari jarum 20G untuk mengurangi kejadian sakit kepala tusukan dural! 125 Meskipun anestesi pada umumnya kritis terhadap penggunaan jarum pengukur besar untuk pungsi lumbal, 105 neurologi menyatakan bahwa aliran yang memadai CSF hanya dapat dicapai dengan tulang belakang jarum dari 22g atau greater.18


KebidananNifas berada pada risiko tertentu dari tusukan dural dan sakit kepala berikutnya karena jenis kelamin mereka, usia muda, dan aplikasi luas dari epidural anaesthesia.44 Dalam parturients menerima epidural anestesi, kejadian tusukan dural adalah antara 0 dan 2,6% .104 The kejadian ini berbanding terbalik dengan pengalaman anestesi, 80 dan dikatakan dikurangi dengan orientasi paralel bevel jarum ke Rugi fibres.87 dural resistensi terhadap udara menganugerahkan risiko yang lebih tinggi dari tusukan dural dari kerugian resistensi terhadap cairan. 105 Setelah tusukan dural dengan jarum 16G Tuohy, sampai dengan 70% dari subyek akan melaporkan gejala yang berkaitan dengan CSF rendah pressure.26 Meskipun tingginya insiden sakit kepala konsekuen pada pungsi dural dengan jarum Tuohy, ahli anestesi perlu mempertimbangkan diagnosis diferensial , hematoma intrakranial seperti, 65 atau tumour38 menyajikan dengan gejala yang mirip dengan, atau dalam hubungan dengan, sakit kepala tusukan pasca-dural telah dijelaskan.Di hadapan tusukan dural dikenal, sering disarankan agar mendorong pada tahap kedua harus avoided.88 The bukti untuk mendukung pernyataan ini jauh dari meyakinkan, dan kemarahan dari nifas tentang medikalisasi kerja nya sebaiknya dihindari. 26 133Anak-anakPasca-dural kepala tusukan dilaporkan sebagai jarang di children.14 Meskipun rendah CSF tekanan atau perbedaan fisiologis lainnya telah disodorkan sebagai alasan untuk menjelaskan insiden rendah pada anak-anak, ada kemungkinan bahwa tingkat pelaporan yang rendah adalah penjelasan. Kelompok yang telah meneliti kejadian pasca-tulang belakang sakit kepala pada anak-anak telah menemukan tingkat sebanding dengan adults.73 mudaSebelumnya Bagian BagianPencegahan


Jarum tulang belakang telah mengalami modifikasi banyak dalam beberapa tahun terakhir, tujuan menjadi untuk mengurangi timbulnya sakit kepala tusukan dural. Faktor utama yang bertanggung jawab untuk pengembangan sakit kepala tusukan dural adalah ukuran perforasi dural. Faktor-faktor lain seperti bentuk perforasi dural dan orientasi jarum tulang belakang memiliki peran yang kurang signifikan.Jarum ukuranJarum tulang belakang yang besar jelas akan menghasilkan perforasi dural besar di mana kemungkinan sakit kepala tusukan dural tinggi. Sebaliknya, jarum yang lebih kecil menghasilkan perforasi dural kecil dengan kejadian yang lebih rendah dari sakit kepala. Jarum mengukur baik tulang belakang, 29g atau lebih kecil, secara teknis lebih sulit untuk digunakan, 64 dan untuk anestesi spinal setidaknya, berhubungan dengan kegagalan yang tinggi rate.45 Keseimbangan harus menyerang antara risiko sakit kepala tusukan dural dan kegagalan teknis. 25G, 26G dan 27G69 jarum mungkin mewakili ukuran jarum optimal untuk anestesi spinal. Neurologi berpendapat bahwa untuk tujuan aspirasi CSF dan pengukuran tekanan CSF, jarum 22g adalah jarum praktis terkecil.Jarum OrientasiAda banyak klinis, 79 87 dan laboratorium, 36 101 penelitian yang meminjamkan kepercayaan pada hipotesis bahwa tegak lurus orientasi bevel dari jarum spinal atau epidural mengarah pada penurunan dalam kejadian pasca-dural sakit kepala tusukan.Jarum desainSelama bertahun-tahun sejak Quincke dan Bier, sejumlah besar desain jarum telah diperkenalkan. Jenis Quincke adalah jarum standar dengan bevel pemotongan menengah dan lubang di ujung jarum (jarum 7, Gambar. 1). Pada tahun 1926, Greene53 mengusulkan desain ujung jarum dengan ujung non-cutting yang akan memisahkan serat dural untuk menghindari pasca-dural sakit kepala tusukan. Pada tahun 1951, jarum Whitacre diperkenalkan dan, pada tahun 1987, jarum Sprotte. Istilah umum untuk ini adalah jarum pensil-point atau atraumatic, meskipun sebenarnya mereka tidak. Jarum Whitacre (jarum 3, Gambar. 1) memiliki ujung berbentuk berlian, dan jarum Sprotte (jarum 2, Gambar. 1) tip adalah kerucut. Lubang sampai dengan 0,5 mm dari ujung jarum. Studi klinis dan laboratory29 telah mengkonfirmasi bahwa pensil-titik jarum menghasilkan sakit kepala tusukan sedikit pasca-dural dibandingkan jarum pemotongan bevel menengah. Namun, ada kelemahan. Paraesthesia telah diamati dengan titik pensil-needles.115 Alasannya mungkin terletak pada jarak dari ujung jarum ke lubang. Ujung harus melewati setidaknya 0,5 mm ke dalam ruang subarachnoid sebelum orifice memasuki ruang subarachnoid. Ujung kemudian memiliki kesempatan untuk melanggar pada cauda equina membentang. Memberikan kepercayaan untuk hipotesis ini, paraesthesia jarang dengan jarum bevel pendek atau Atraucan ® needle.115Masalah aliran CSF rendah dan paraesthesia dilihat dengan pensil-titik jarum telah mempromosikan mencari desain jarum baru. The ® Atraucan (jarum 1, Gambar. 1) baru-baru ini telah dipasarkan. Ini memiliki sebuah lubang di ujung jarum. The ® Atraucan memiliki ujung pemotongan sempit dan bevel atraumatic. Laporan awal dari jarum yang menjanjikan sebagai kemudahan hal penggunaan dan rendah kepala tusukan dural rate.115Operator tingkat keterampilan dan kelelahanIa telah mengemukakan bahwa kejadian tusukan dural sengaja selama epidural anestesi berbanding terbalik dengan Operator experience.104 Namun, kurang tidur, kelelahan operator dan pengaruh kerja malam mungkin variabel pengganggu memproduksi insiden yang lebih tinggi dari tusukan dural sengaja di SMP personil melakukan epidural analgesia.Sebelumnya Bagian BagianPresentasi sakit kepala tusukan duralPermulaanSakit kepala dan sakit punggung adalah gejala dominan yang berkembang setelah pungsi dural disengaja. Sembilan puluh persen dari sakit kepala akan terjadi dalam waktu 3 hari dari prosedur, 104 dan mulai 66% dalam 48 pertama h.76 Jarang, sakit kepala berkembang antara 5 dan 14 hari setelah prosedur. Sakit kepala dapat hadir segera setelah dural puncture.133 Namun, ini jarang terjadi, dan kejadian yang harus waspada dokter untuk penyebab alternatif.GejalaSakit kepala adalah dominan, tetapi tidak di mana-mana menyajikan complaint.83 sakit kepala digambarkan sebagai yang parah, 'membakar dan menyebar seperti logam panas' 0,133 distribusi umum adalah di atas area frontal dan oksipital yang menjalar ke leher dan bahu. The, sementara daerah vertex dan nuchal dilaporkan kurang umum sebagai situs ketidaknyamanan, meskipun kekakuan leher dapat hadir. Rasa sakit ini diperparah oleh gerakan kepala, dan adopsi dari postur tegak, dan lega dengan berbaring. Peningkatan keparahan sakit kepala pada berdiri adalah sine qua non pasca-dural sakit kepala tusukan.Gejala lain yang berhubungan dengan sakit kepala tusukan dural termasuk mual, muntah, gangguan pendengaran, 78 tinnitus, vertigo, pusing dan paraesthesia dari kulit kepala, dan upper108 dan nyeri tungkai bawah. Gangguan visual seperti diplopia atau kebutaan kortikal telah kelumpuhan saraf kranial reported.132 tidak uncommon.16 Dua kasus nyeri punggung dada tanpa sakit kepala telah described.37 gejala neurologis mungkin mendahului timbulnya kejang grand mal. Hematoma subdural intrakranial, herniasi otak dan kematian, 39 telah digambarkan sebagai konsekuensi dari tusukan dural. Kecuali sakit kepala dengan fitur postural hadir, diagnosis pasca-dural sakit kepala tusukan harus dipertanyakan, karena penyebab lainnya intrakranial yang serius untuk sakit kepala harus excluded.

DiagnosaSejarah tusuk dural disengaja atau disengaja dan gejala sakit kepala postural, sakit leher dan adanya tanda-tanda neurologis, biasanya membimbing diagnosis. Dimana ada keraguan mengenai diagnosis pasca-dural sakit kepala tusuk, tes tambahan mungkin mengkonfirmasi temuan klinis. Sebuah pungsi lumbal diagnostik dapat menunjukkan pembukaan tekanan CSF rendah atau 'keran kering', protein CSF sedikit terangkat, dan peningkatan jumlah limfosit CSF. MRI dapat menunjukkan: peningkatan dural menyebar, dengan bukti dari otak kendur, keturunan dari otak, Chiasm optik, dan batang otak, obliterasi dari sumur basilar, dan pembesaran gland.85 hipofisis CT mielografi, myelography radionuklida retrograde, cisternography , atau tipis bagian MRI130 dapat digunakan untuk menemukan sumber kebocoran tulang belakang dari CSF.DiagnosisDiagnosis pasca-dural sakit kepala tusukan sering jelas dari sejarah tusukan dural dan adanya sakit kepala yang parah postural. Namun, penting untuk mempertimbangkan diagnosis alternatif (Tabel 2) seserius mungkin intrakranial patologi menyamar sebagai sakit kepala tusukan pasca-dural. Dokter harus ingat bahwa hipotensi intrakranial dapat menyebabkan perdarahan intrakranial melalui robeknya vena bridging dural, 65 94 dan keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan bisa berbahaya. Diagnosa yang mungkin menyamar sebagai pasca-dural kepala tusukan termasuk tumor intrakranial, 3 38 hematoma intrakranial, 32 40 pitam hipofisis, 77 trombosis vena serebral, 122 134 migrain, kimia atau infeksi meningitis, 106 dan non-spesifik sakit kepala. Telah diperkirakan bahwa 39% dari parturients melaporkan gejala sakit kepala terkait dengan tusukan dural mengikuti delivery.120Lihat tabel ini:
Diagnosis pasca-dural sakit kepala tusukanLamanyaYang terbesar tindak lanjut pasca-dural sakit kepala tusukan masih bahwa Vandam dan Dripps di 1956.132 Mereka melaporkan bahwa 72% dari sakit kepala diselesaikan dalam waktu 7 hari, dan 87% telah diselesaikan dalam 6 bulan (Tabel 3). Lamanya sakit kepala tetap tidak berubah sejak dilaporkan pada 1.956,26 Dalam sebagian kecil pasien sakit kepala persist.133 bisa Memang, laporan kasus telah menggambarkan kegigihan sakit kepala selama 1-8 tahun setelah dural puncture.80 Sangat menarik untuk dicatat bahwa bahkan sakit kepala tusukan pasca-dural durasi ini telah berhasil diobati dengan darah epidural patch.72Lihat tabel ini:

 

Tabel 3Perkiraan laju pemulihan spontan dari pasca-dural tusuk headache26 80 132Sebelumnya Bagian BagianPengobatanIkhtisarLiteratur mengenai pengobatan pasca-dural kepala tusukan sering melibatkan sejumlah kecil pasien, atau menggunakan analisis statistik yang tidak pantas. Studi mengamati efek dari perawatan pasca-dural kepala tusukan sering gagal untuk mengakui bahwa, dengan pengobatan, lebih dari 85% pasca-dural sakit kepala tusukan akan sembuh dalam 6 minggu (Tabel 3).PsikologisPasien yang mengembangkan post-dural sakit kepala tusukan dapat mengungkapkan berbagai tanggapan emosional dari penderitaan dan air mata marah dan panik. Hal ini penting baik dari sudut pandang klinis dan medis-hukum, untuk membahas kemungkinan sakit kepala sebelum prosedur dilakukan yang memiliki risiko komplikasi ini. Meski begitu, diskusi ini tidak akan mempersiapkan pasien untuk sensasi dia merasa harus sakit kepala develop.133 Kebidanan pasien sangat disayangkan harus mereka mengembangkan komplikasi ini, karena mereka berharap untuk merasa baik dan bahagia dan bisa terlihat setelah mereka baru bayi. Hal ini penting untuk memberikan ibu penjelasan menyeluruh dari alasan untuk sakit kepala, perjalanan waktu yang diharapkan, dan pilihan terapi yang tersedia. Kajian rutin sangat penting untuk memantau saja dan manuver terapi dilakukan.SederhanaIstirahat di tempat tidur telah terbukti tidak ada terapi suportif benefit.118 seperti rehidrasi, asetaminofen, non-steroid anti-inflammatory drugs, opioid, dan antiemetik dapat mengontrol gejala dan mengurangi kebutuhan untuk terapi lebih agresif, 89 tetapi tidak menyediakan menyelesaikan relief.44SikapJika seorang pasien mengembangkan sakit kepala, mereka harus didorong untuk berbohong dalam posisi yang nyaman. Pasien akan sering telah mengidentifikasi hal ini, tanpa intervensi dari seorang ahli anestesia. Tidak ada bukti klinis untuk mendukung pemeliharaan posisi terlentang sebelum atau setelah terjadinya sakit kepala sebagai sarana treatment.68 Posisi rawan telah menganjurkan, tapi itu bukan posisi yang nyaman untuk pasien pasca-melahirkan. Posisi tengkurap meningkatkan tekanan intra-abdominal, yang ditransmisikan ke ruang epidural dan dapat meringankan sakit kepala. Sebuah uji klinis dari posisi tengkurap setelah pungsi dural gagal menunjukkan penurunan pasca-dural tusuk headache.55Perut pengikatSebuah pengikat perut ketat meningkatkan tekanan intra-abdominal. Tekanan intra-abdomen ditinggikan ditransmisikan ke ruang epidural dan dapat meredakan sakit kepala. Sayangnya, pengikat ketat tidak nyaman dan jarang digunakan dalam praktek saat ini. Ada beberapa unit yang akan merekomendasikan ini approach.86Farmakologi pengobatanTujuan dari manajemen pasca-dural sakit kepala tusukan adalah untuk: (i) menggantikan CSF hilang, (ii) menutup situs tusukan, dan (iii) mengontrol vasodilatasi serebral.Sejumlah agen terapeutik telah diusulkan untuk pengelolaan pasca-dural sakit kepala tusukan. Masalah utama dalam memilih yang paling tepat adalah kurangnya besar, acak, uji klinis terkontrol.DDAVP, ACTHSebuah laporan pada tahun 1964 mengidentifikasi 49 metode untuk mengobati pasca-tulang belakang headache.127 Tampaknya ada ada batasan untuk imajinasi dokter dalam perawatan ditawarkan untuk pasca-tulang belakang sakit kepala. Namun, ada kekurangan data statistik untuk mendukung ide-ide mereka. Mengenai DDAVP (desmopressin asetat), administrasi intramuskular sebelum pungsi lumbal tidak terbukti mengurangi kejadian pasca-dural tusuk headache.57 ACTH (hormon adrenocorticotrophic) 21 telah diberikan sebagai infus (1,5 mg kg-1), tetapi tidak memadai statistik analisis mencegah penilaian nilai ACTH.KafeinKafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang antara sifat-sifat lainnya menghasilkan vasokonstriksi serebral. I.V. kafein 0,5 g direkomendasikan sebagai pengobatan pasca-dural kepala tusukan di 1944,62 Ini tersedia dalam lisan dan iv bentuk. Bentuk oral diserap dengan baik dengan tingkat puncak dicapai dalam 30 menit. Kafein melintasi penghalang darah-otak dan panjang paruh 3-7,5 jam memungkinkan untuk jadwal dosis jarang.Pekerjaan yang paling sering dikutip pada pengobatan pasca-dural sakit kepala menusuk dengan kafein adalah bahwa dari 114 Sechzer.113 Dia mengevaluasi efek dari satu atau dua dosis 0,5 g iv kafein pada subyek dengan didirikan pasca-dural sakit kepala tusukan. Ada beberapa kelemahan statistik dan metodologis dalam penelitian ini, namun dapat disimpulkan bahwa iv kafein merupakan terapi yang efektif untuk sakit kepala pasca-dural tusuk.DosisDosis sekarang dianjurkan untuk pengobatan pasca-dural sakit kepala tusukan adalah 300-500 mg oral atau iv kafein sekali atau dua kali daily.12 66 Satu cangkir kopi mengandung sekitar 50-100 mg kafein dan minuman ringan mengandung 35-50 mg. The LD50 untuk kafein adalah urutan 150 mg kg-1. Namun, dosis terapi telah dikaitkan dengan toksisitas sistem saraf pusat, 9 dan atrial fibrilasi.Modus tindakanDiasumsikan bahwa kafein bertindak melalui vasokonstriksi dari vessels.12 otak melebar Jika vasodilatasi serebral adalah sumber rasa sakit, vasokonstriksi serebral mungkin membatasi rasa sakit alami. Memang, telah menunjukkan bahwa kafein menyebabkan penurunan aliran darah otak, 116 tetapi efek ini tidak berkelanjutan. Terapi Kafein sederhana untuk mengelola dibandingkan dengan keterampilan teknis yang diperlukan untuk melakukan patch darah epidural. Apakah kafein sesukses seperti yang disarankan oleh laporan sebelumnya, itu tidak akan diragukan lagi akan menganjurkan secara luas. Namun, Amerika Utara sakit survei pengobatan pasca-dural kepala tusukan mengidentifikasi bahwa praktisi rumah sakit yang paling telah meninggalkan penggunaan kafein sebagai mereka telah menemukan itu ineffective.8 Pengaruh kafein pada pasca-dural sakit kepala tusukan tampaknya, di terbaik, temporary.12 Selain itu, kafein bukanlah terapi tanpa komplikasi, 9 dan tidak mengembalikan biasa CSF dinamika, sehingga meninggalkan pasien pada risiko dari komplikasi serius yang berhubungan dengan tekanan CSF rendah.SumatriptanPengobatan untuk sakit kepala migranous telah difokuskan pada modifikasi nada pembuluh darah otak. Sumatriptan adalah 5-HT1D reseptor agonis yang mempromosikan vasokonstriksi serebral, dalam cara yang mirip dengan caffeine.123 Sumatriptan adalah menganjurkan untuk pengelolaan migrain dan baru-baru ini, pasca-dural sakit kepala tusukan. Hanya ada beberapa laporan kasus di mana sumatriptan berhasil digunakan untuk mengelola pasca-dural tusuk headache.61 Namun, uji coba terkontrol terbaru menemukan tidak ada bukti dari manfaat dari Sumatriptan untuk pengelolaan konservatif pasca-dural tusuk headache.23Epidural darah PatchSejarahSetelah pengamatan bahwa 'keran berdarah' dikaitkan dengan tingkat sakit kepala berkurang, 51 konsep patch darah epidural telah dikembangkan. Teorinya adalah bahwa darah, setelah dimasukkan ke dalam ruang epidural, akan membeku dan menyumbat perforasi, mencegah kebocoran lebih lanjut CSF. Tingkat keberhasilan tinggi dan rendah insiden komplikasi telah membentuk patch darah epidural sebagai standar yang untuk mengevaluasi metode alternatif untuk mengobati sakit kepala pasca-dural tusuk.TeknikKehadiran demam, infeksi di bagian belakang, koagulopati, atau penolakan pasien merupakan kontraindikasi terhadap kinerja suatu darah epidural patch.1 Sebagai tindakan pencegahan, sampel darah subyek harus dikirim ke mikrobiologi untuk culture.27 Dengan pasien pada posisi lateral, ruang epidural terletak dengan jarum Tuohy pada tingkat tusukan dural seharusnya atau ruang intervertertebral rendah. Operator harus siap untuk kehadiran CSF dalam ruang epidural. Sampai dengan 30 ml darah kemudian diambil dari lengan pasien dan menyuntikkan perlahan melalui jarum Tuohy. Haruskah pasien menggambarkan rasa sakit nyeri pedih asal dermatomal prosedur harus stopped.27 Tidak ada konsensus mengenai volume yang tepat dari darah yang diperlukan. Kebanyakan praktisi sekarang mengakui bahwa ml 2-3 darah awalnya digambarkan oleh Gormley tidak memadai, dan 20-30 ml darah lebih mungkin untuk menjamin success.27 volume yang lebih besar, hingga 60 ml, 97 telah digunakan dengan sukses dalam kasus hipotensi intrakranial spontan. Pada akhir prosedur, pasien diminta untuk berbaring diam selama one1 33 atau lebih disukai, 2 jam, 81 dan kemudian dibiarkan untuk berjalan.


KontraindikasiKontraindikasi meliputi mereka yang biasanya berlaku untuk epidural, tetapi termasuk jumlah sel mengangkat putih, pireksia dan kesulitan teknis. Pengalaman terbatas dengan pasien HIV-positif menunjukkan bahwa itu dapat diterima tidak menyediakan penyakit bakteri atau virus lainnya active.126 Patch darah Epidural setelah pungsi lumbal diagnostik pada pasien onkologi menimbulkan potensi untuk penyemaian neuroaxis dengan sel neoplastik. Satu kasus telah dilaporkan dari sebuah patch sukses tanpa komplikasi, 109 dan satu case11 dimana risiko sistem saraf pusat (SSP) pembenihan leukemia dianggap lebih besar daripada manfaat dari patch darah epidural.Patch darahBaik menggunakan merah radiolabelled cells124 atau MRI scan, 7 beberapa studi telah melaporkan tingkat penyebaran patch darah epidural. Setelah injeksi, darah didistribusikan caudally dan cephalad terlepas dari arah bevel dari jarum Tuohy. Darah juga melewati circumferentially sekitar untuk ruang epidural anterior. Ruang teka dikompresi dan digantikan oleh darah. Selain itu, darah mengalir keluar dari foramen intervertebralis dan ke dalam ruang paravertebral. The berarti menyebar dari 14 ml darah adalah enam segmen tulang belakang cephalad dan tiga segmen caudad. Kompresi ruang teka untuk 3 jam pertama, dan ketinggian dianggap tekanan subarachnoid, dapat menjelaskan resolusi cepat sakit kepala. Kompresi kantung teka tidak, bagaimanapun, berkelanjutan dan pemeliharaan efek terapeutik mungkin disebabkan oleh adanya bekuan menghilangkan kebocoran CSF. Telah diamati bahwa CSF bertindak sebagai suatu prokoagulan, mempercepat process.24 pembekuan Pada 7-13 jam, ada gumpalan resolusi meninggalkan lapisan tebal gumpalan matang atas bagian dorsal dari kantung teka. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa 7 hari setelah pemberian patch darah epidural, ada aktivitas fibroblastik luas dan kolagen formation.34 74 Untungnya, adanya darah tidak memulai suatu proses inflamasi dan tidak ada bukti edema aksonal, nekrosis atau demielinasi.HasilTeknik ini memiliki tingkat keberhasilan 70-98% jika dilakukan lebih dari 24 jam setelah puncture.1 dural Jika patch darah epidural gagal untuk menyelesaikan sakit kepala, mengulangi patch darah memiliki tingkat keberhasilan yang sama. Kegagalan patch kedua dan mengulangi patch untuk ketiga atau keempat kalinya telah dilaporkan. Namun, dengan adanya sakit kepala persisten berat, penyebab alternatif harus dipertimbangkan.KomplikasiSegera eksaserbasi gejala nyeri radikuler dan telah described.136 Gejala ini tidak bertahan dan menyelesaikan dengan pemberian obat penghilang rasa sakit sederhana. Komplikasi jangka panjang patch darah epidural jarang terjadi. Sebuah laporan kasus tunggal patch darah sengaja subdural epidural dijelaskan non-postural, sakit kepala terus-menerus dan discomfort.103 ekstremitas bawahIsu efek patch darah pada keberhasilan epidural selanjutnya telah addressed.2 60 Meskipun laporan kasus menggambarkan terbatas penyebaran epidural analgesia99 setelah patch darah epidural sebelumnya, sebuah penelitian retrospektif besar selama 12 tahun-menemukan bahwa period60 selanjutnya epidural analgesia berhasil> 96% dari pasien.Profilaksis darah Patch epiduralDimana kejadian diketahui pasca-dural sakit kepala tusukan tinggi, seperti di bersalin tersebut, penggunaan patch darah profilaksis epidural setelah pungsi dural disengaja, yaitu menambal darah sebelum timbulnya gejala, adalah pilihan yang menarik.