Sabtu, 27 Agustus 2011

SINUSITIS

SINUSITIS

DEFINISI :
Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.

ETIOLOGI
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
• Rinitis Akut (influenza)
• Polip, septum deviasi
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
- Streptococcus pneumoniae
- Hamophilus influenza
- Steptococcus viridans
- Staphylococcus aureus
- Branchamella catarhatis


GEJALA KLINIS :
a. Febris, filek kental, berbau, bisa bercampur darah
b. Nyeri :
- Pipi : biasanya unilateral
- Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
- Gigi (geraham atas) homolateral.
c. Hidung :
- buntu homolateral
- Suara bindeng.
CARA PEMERIKSAAN
a. Rinoskopi anterior :
- Mukosa merah
- Mukosa bengkak
- Mukopus di meatus medius.
b. Rinoskopi postorior
- mukopus nasofaring.
c. Nyeri tekan pipi yang sakit.
d. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.
e. X Foto sinus paranasalis
- Kesuraman
- Gambaran “airfluidlevel”
- Penebalan mukosa

PENATALAKSANAAN :
a. Drainage
- Medical :
* Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
* Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
b. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
- ampisilin 4 X 500 mg
- amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Simtomatik
- parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
d. Untuk kromis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

TINJAUAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :
1. Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.

2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang ? Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung

Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan


INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI
RASIONAL
a. Kaji tingkat nyeri klien
b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya

c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien


e. Kolaborasi dngan tim medis :
1) Terapi konservatif :
- obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
- Drainase sinus
2) Pembedahan :
- Irigasi Antral :
Untuk sinusitis maksilaris
- Operasi Cadwell Luc
a. Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya

b. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri


c. Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri


d. Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.


e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI
RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )

c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan

e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
a. Menentukan tindakan selanjutnya
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung


INTERVENSI RASIONAL

INTERVENSI
RASIONAL
a. kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
- Klien menghabiskan porsi makannya
- Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah

INTERVENSI RASIONAL
INTERVENSI
RASIONAL
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

c. Catat intake dan output makanan klien.
d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

e. Sajikan makanan secara menarik
a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien
d. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung
e. Mengkatkan selera makan klien
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
INTERVENSI RASIONAL

INTERVENSI
RASIONAL
a. kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat
a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000
Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

 

About Us Daftar Polling Peluang Usaha IUD (Intra Uterine Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

IUD (Intra Uterine Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim, yang harus diganti jika sudah digunakan selama periode tertentu. IUD merupakan cara kontrasepsi jangka panjang. Nama populernya adalah spiral.
Jenis-jenis IUD di Indonesia
a. Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD bentuk T yang baru
IUD ini melepaskan lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal dan amenorhea.
b. Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T.
c. Multi Load
IUD ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas.
Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.
d. Lippes Loop
IUD ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. Yang banyak dipergunakan dalam program KB masional adalah IUD jenis ini.
Cara Kerja
· Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
· Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
· IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi
Efektifitas
IUD sangat efektif, (efektivitasnya 92-94%) dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Tipe Multiload dapat dipakai sampai 4 tahun; Nova T dan Copper T 200 (CuT-200) dapat dipakai 3-5 tahun; Cu T 380A dapat untuk 8 tahun . Kegagalan rata-rata 0.8 kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama pemakaian.
Indikasi
Prinsip pemasangan adalah menempatkan IUD setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Yang boleh menggunakan IUD adalah:
· Usia reproduktif
· Keadaan nulipara
· Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
· Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
· Setelah melahirkan dan tidak menyusui
· Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
· Risiko rendah dari IMS
· Tidak menghendaki metoda hormonal
· Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari
· Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 – 5 hari senggama
· Perokok
· Gemuk ataupun kurus
Pemasangan IUD dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali.
Kontraindikasi
Yang tidak diperkenankan menggunakan IUD adalah
· Belum pernah melahirkan
· Adanya perkiraan hamil
· Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan kanker rahim.
· Perdarahan vagina yang tidak diketahui
· Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
· Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik
· Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yangdapat mempengaruhi kavum uteri
· Penyakit trofoblas yang ganas
· Diketahui menderita TBC pelvik
· Kanker alat genital
· Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
Keuntungan
Menurut Dr David Grimes dari Family Health International di Chapel Hill, Carolina Utara, seperti dikutip News yahoo, dokter sering kali melupakan manfaat IUD dalam pengobatan endometriosis.
Laporan tersebut diungkapkan dalam pertemuan di The American College of Obstetricians and Gynecologist, New Orleans. David mengatakan, IUD mampu mengurangi risiko kanker endometrium hingga 40 persen. Perlindungan terhadap kanker ini setara dengan menggunakan alat kontrasepsi secara oral.
· Sangat efektif. 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). Pencegah kehamilan jangka panjang yang AMPUH, paling tidak 10 tahun
· IUD dapat efektif segera setelah pemasangan
· Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti)
· Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi lebih nyaman karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
· Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A
· Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu menyusui – tidak mengganggu kualitas dan kuantitas ASI
· Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
· Dapat digunakan sampai menopause
· Tidak ada interaksi dengan obat-obat
· Membantu mencegah kehamilan ektopik
· Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur
Kerugian
Setelah pemasangan, beberapa ibu mungkin mengeluh merasa nyeri dibagian perut dan pendarahan sedikit-sedikit (spoting). Ini bisa berjalan selama 3 bulan setelah pemasangan. Tapi tidak perlu dirisaukan benar, karena biasanya setelah itu keluhan akan hilang dengan sendrinya. Tetapi apabila setelah 3 bulan keluhan masih berlanjut, dianjurkan untuk memeriksanya ke dokter. Pada saat pemasangan, sebaiknya ibu tidak terlalu tegang, karena ini juga bisa menimbulkan rasa nyeri dibagian perut. Dan harus segera ke klinik jika:
1. Mengalami keterlambatan haid yang disertai tanda-tanda kehamilan: mual, pusing, muntah-muntah.
2. Terjadi pendarahan yang lebih banyak (lebih hebat) dari haid biasa.
3. Terdapat tanda-tanda infeksi, semisal keputihan, suhu badan meningkat, mengigil, dan lain sebagainya. Pendeknya jika ibu merasa tidak sehat.
4. Sakit, misalnya diperut, pada saat melakukan senggama. Segeralah pergi kedokter jika anda menemukan gejala-gejala diatas.
Efek Samping dan Komplikasi
· Efek samping umum terjadi:
perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit
· Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar)
· Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
· Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan
· Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai IUD, PRP dapat memicu infertilitas
· Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan IUD
· Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari
· Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas terlatih yang dapat melepas
· Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan)
· Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD mencegah kehamilan normal
· Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu.
Waktu Pemasangan
Pemasangan IUD sebaiknya dilakukan pada saat :
· 2 sampai 4 hari setelah melahirkan
· 40 hari setelah melahirkan
· setelah terjadinya keguguran
· hari ke 3 haid sampai hari ke 10 dihitung dari hari pertama haid
· menggantika metode KB lainnya
Waktu Pemakai Memeriksakan Diri
· 1 bulan pasca pemasangan
· 3 bulan kemudian
· setiap 6 bulan berikutnya
· bila terlambat haid 1 minggu
· perdarahan banyak atau keluhan istimewa lainnya
Keluhan-keluhan pemakai IUD
Keluhan yang dijumpai pada penggunaan IUD adalah terjadinya sedikit perdarahan, bisa juga disertai dengan mules yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan berlangsung terus-menerus dalam jumlah banyak, pemakaian IUD harus dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada perangai haid. Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama 1-2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari. Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap IUD yang merupakan benda asing dalam rahim.
Dengan pemberian obat analgetik keluhan ini akan segera teratasi. Selain hal di atas, keputihan dan infeksi juga dapat timbul selama pemakaian IUD.
Daftar Pustaka
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
Krisnadi, S. R. (2002). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari http://www.ibuhamil.com/lihat_artikel.php?asal=34&id=1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

I. PENGERTIAN
• Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
• Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
• Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
II. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

III. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
IV. TANDA DAN GEJALA
A. Tanda
Gagal nafas total
• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
• Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
• Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
• Ada retraksi dada
B. Gejala
• Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
• Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
• Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
• Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
• EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
VI. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1. Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
• Papiledema
• Penurunan haluaran urine
VII. PENTALAKSANAAN MEDIS
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
Brokodilator
Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
• Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
• Adanya penurunan dispneu
• Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
• Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
• Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
• Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
• Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
• Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
• Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
• Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
• Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
• Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
• Bunyi paru bersih
• Warna kulit normal
• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
• Pantau irama jantung
• Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
• Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
• TTV normal
• Balance cairan dalam batas normal
• Tidak terjadi edema
Intervensi :
• Timbang BB tiap hari
• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
• Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
• Monitor parameter hemodinamik
• Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit

4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
• Status hemodinamik dalam bata normal
• TTV normal
Intervensi :
• Kaji tingkat kesadaran
• Kaji penurunan perfusi jaringan
• Kaji status hemodinamik
• Kaji irama EKG
• Kaji sistem gastrointestinal



Daftar pustaka

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

TRAUMA KEPALA

TRAUMA KEPALA

A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi
? Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
? Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
? Cedera akibat kekerasan.

D. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa le