Selasa, 25 Oktober 2011

Makanan-Makanan Anti StresSS...



Makanan-Makanan Anti Stres

Pernah stres? Stres sudah menjadi bagian dari masyarakat kita sekarang, terutama bagi masyarakat yang hidup di kota-kota besar (yang masuk dalam kategori Metropolitan). Berbagai masalah yang menyebabkan stres dapat dengan mudah ditemui di kota-kota ini.
Bagaimana solusinya? sering kali tangan kita akan meraih es krim atau kembang gula yang manis untuk segera meredakan stres. Tapi akibatnya, tentunya banyak orang tidak ingin merasakan akibat yang muncul gara-gara makanan manis yang tinggi kalori ini. Mungkin Anda tidak percaya, bahwa ternyata cara terbaik untuk mengatasi stress adalah dengan membantu otak kita agar bergerak lebih tenang dan sabar.
Daging ayam bakar dan sapi
Ayam bakar akan memberikan protein yang baik. 200 gram protein akan membantu otak membuat dopamin dan norepinefrin, senyawa kimia alamiah dalam otak yang akan membuat anda tetap awas, demikian menurut Judith Wurtman, Ph.D., penulis buku The Serotonin Power Diet. Sedangkan daging walau mengandung lemak, tapi juga mengandung vitamin B, zat besi dan zat seng yang sangat kaya sehinga baik untuk Anda yang sedang stress.
Kacang almond
Kacang lezat ini memiliki khasiat anti stress yang luar biasa. Dilengkapi vitamin B2, vitamin E, magnesium dan zat seng, almond memang oke. Vitamin B dan magnesium-nya membantu menenangkan dan mengendalikan mood. Zat seng-nya ampuh melawan stress dan vitamin E-nya kaya akan antioksidan yang bisa menghancurkan radikal bebas penyebab stress sekaligus melawan sakit jantung. Cukup konsumsi satu genggam tangan saja per harinya karena jika kelebihan, kandungan lemaknya sanggup menggemukkan.
Popcorn
Gelisah sehingga menyebabkan Anda tidak dapat tidur? Pilih cemilan popcorn. Mengapa? Karena karbohidrat akan membuat badan kita melepas serotonin, senyawa kimia dalam otak yang akan membuat Anda merasa rileks. "Tapi pastikan bahwa popcorn yang anda nikmati rendah atau bahkan bebas lemak, karena lemak yang ada akan memperlambat proses pelepasan serotonin, sehingga akan bertahan lebih lama di badan Anda, dan Anda akan lebih rileks," kata Elizabeth Somer, R.D.
Sushi
Pecinta makanan Jepang yang satu ini boleh bangga karena ternyata manfaat sushi memang banyak. Rumput laut yang sering menjadi bahan campurannya ternyata punya khasiat mirip ikan yang juga ada dalam campuran sushi. Pantothenic acid yang terkandung di dalamnya penting bagi kelenjar adrenal yang bermain penting bagi managemen stress tubuh. Kurangnya pantothenic acid bisa menyebabkan infeksi, kelelahan dan rasa gelisah berlebihan.
Coklat
Coklat akan membantu anda mengangkat mood anda! Coklat dipenuhi dengan anadamin, dan feniletilamin, yang membantu kerja syaraf dan akan membuat perasaan anda lebih tenang dan merasa lebih bahagia!
Nenas dan berry
Bingung karena harus memilih yang mana sehingga membuat Anda stress? Antioksidan yang berasal dari buah atau sayuran dengan warna yang cerah lebih kuat membantu melawan radikal bebas yang membuat memori Anda tetap menempel kuat, "Karena otak Anda menyerap banyak sekali oksigen, maka antioksidan akan membantu mengurangi kerusakan otak karena oksidan yang ada," demikian kata Elizabeth Somer, R.D. Dan pada saat kebingungan, bukankah kita harus berpikir jernih dengan otak kita?
Ikan
Hampir semua jenis ikan mengandung vitamin B lengkap, terutama B6 dan B12 yang paling penting bagi pereda stress. Lebih jauh, vitamin B12 adalah vitamin paling penting dalam menciptakan zat ‘kesenangan’ yang diproduksi otak. Kurangnya vitamin B12 dapat menyebabkan depresi. Coba salad ikan tuna untuk makan siang atau makan malam Anda. Selain itu, makanan yang kaya akan omega 3, seperti ikan salmon, bisa melindungi Anda dari penyakit jantung. Penelitian yang dilakukan oleh Diabetes & Metabolism menemukan bahwa omega 3 dapat menghambat pertumbuhan hormon kortisol yang menyebabkan stress serta peningkatan tekanan darah.
Sayuran hijau
Brokoli, kangkung dan sayuran lain yang berwarna hijau tua adalah sayuran yang sangat bermanfaat menurunkan stres, karena kandungan vitaminnya yang melimpah dapat ‘mengisi ulang’ energi tubuh yang terkuras saat pikiran dalam keadaan tertekan.
Roti gandum
Roti, nasi putih atau kue bisa mengenyangkan tapi setelah itu Anda bisa mengantuk dan bahkan menjadi gemuk jika kebanyakan. Tapi gandum punya efek lain, bisa mengenyangkan sekaligus pengendali stress dalam jangka waktu lama.
Susu
Sebelum mengkonsumsi, cari jenis susu yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda. Intinya, minuman ini memiliki antioksidan yang menghancurkan radikal bebas pemicu stress. Bisa dikonsumsi pagi atau malam hari sebelum tidur.
Tertarik untuk mencoba??

Manfaat Kuaci.......




Manfaat Kuaci

Siapa yang tidak mengetahui kuaci? Hampir semua pernah makan cemilan ringan satu ini. Ternyata, walaupun bentuknya kecil, namun banyak nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh kita. Zat-zat gizi yang ada di dalam kuaci mampu menangkal kanker, memperbaiki dan/atau mencegah penyakit kardiovaskuler, hipertensi, dan menurunkan kadar kolesterol jahat.
Kuaci berasal dari biji tanaman bunga matahari. Tanaman yang berasal dari Meksiko dan Peru ini kemudian menyebar sejak tahun 1700 ke banyak negara. Tanaman bunga tersebut kemudian dibudidayakan secara besar-besaran di Jerman, Perancis, Rumania, Bulgaria, Rusia, Hongaria dan Amerika Serikat.
Mulanya tanaman bunga matahari dibudidayakan sebagai tanaman hias. Belakangan bijinya dimanfaatkan sebagai kuaci dan sumber minyak untuk produk kosmetika. Sentra budi daya tanaman bunga matahari berada di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kuaci merupakan sumber lemak sehat (tak jenuh) hampir 90%, vitamin, antioksidan, mineral, protein dan fitokimia yang sangat baik. Selain itu, biji bunga matahari mengandung lemak tak jenuh ganda (asam linoleat) dan tunggal (asam oleat), jenis lemak yang melindungi jantung. Studi klinis menunjukkan, makanan tinggi lemak tak jenuh lebih baik daripada makanan rendah lemak, karena meningkatkan HDL (kolesterol baik) dan menurunkan LDL (kolesterol jahat).
Biji bunga matahari juga merupakan sumber vitamin E terkaya; seperempat gelas biji bunga matahari memberikan 90,5% dari kebutuhan harian vitamin E. Vitamin E adalah antioksidan dan anti radang; mengurangi gejala asma, osteoartritis dan rematoid arthritis, yang utamanya dipengaruhi oleh radikal bebas dan radang. Asupan vitamin E yang cukup dapat menurunkan risiko berkembangnya plak pada pembuluh darah dan kanker kolon. Juga dapat mengurangi keparahan dan frekuensi rasa panas (hot flush) yang dialami wanita menopause dan komplikasi diabetes. Selain itu, kuaci juga banyak mengandung mineral bermanfaat; seperti fosfor (705-755 mg/l00 g), kalium (648-689 mg/100 g), kalsium (54-116 mg/100 g), natrium (3-99 mg/100 g), besi (6,77-7,28 mg/100 g), dan tembaga (0,69-1,75 mg/100 g).
Mineral kalsium dan fosfor sangat penting perannya dalam pembentukan massa tulang dan gigi, sehingga bermanfaat untuk mencegah osteoporosis. Keberadaan mineral kalium sangat penting untuk mengimbangi natrium. Kalium bersifat hipotensif, yaitu memiliki efek penurunan tekanan darah.
Nutrisi yang tidak kalah pentingnya dalam kuaci bunga matahari adalah fitosterol, salah satu fitokimia. Jika dikonsumsi dalam jumlah memadai, terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menyehatkan jantung, meningkatkan respon imun dan menurunkan risiko beberapa jenis kanker. Sebuah penelitian menunjukkan, dari 27 kacang-kacangan dan biji-bijian yang paling sering dikonsumsi di AS, biji bunga matahari dan pistachio memiliki fitosterol tertinggi (270-289 mg/100 gr).
Biji bunga matahari juga kaya akan folat (sangat baik bagi ibu hamil) dan berbagai mineral seperti magnesium, selenium, tembaga, zinc, kalsium, dan zat besi.
Namun, walaupun kandungan kimia kuaci berperan besar bagi kesehatan, jumlah konsumsinya yang masih rendah dan tidak kontinyu menyebabkan sumbangan gizinya tidak berarti banyak bagi masyarakat. Menyadari pentingnya minyak pada biji bunga matahari, saat ini biji tersebut telah diolah menjadi sunbutter.
Sunbutter merupakan mentega dari biji bunga matahari yang dapat digunakan untuk memasak dan membuat salad. Pembuatan produk dari biji bunga itu telah dilakukan di Cina, Rusia, Eropa, dan juga Amerika Serikat. Saat ini biji bunga matahari banyak diolah menjadi minyak. Kelebihan minyak biji bunga matahari dibandingkan dengan minyak zaitun adalah minyak biji bunga matahari memiliki asam oleat (omega-9) yang lebih tinggi.

Sinyal Tubuh Bila Kekurangan Vitamin

Sinyal Tubuh Bila Kekurangan Vitamin

Setiap orang pasti pernah mengalami kekurangan suatu vitamin atau zat tertentu yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Biasanya, saat seperti ini, tubuh memberikan sinyal-sinyal tertentu. Sayangnya, tidak semua orang peka terhadap sinyal-sinyal tersebut. Ini bisa disebabkan ketidaktahuan bahwa yang ditunjukkan oleh tubuh merupakan sinyal bahwa ada zat yang kurang.
Berikut adalah beberapa sinyal bahwa tubuh kita kekurangan zat tertentu:
Kuku mudah patah
Kemungkinannya adalah  akibat kekurangan zat besi, zink dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi daging, kacang-kacangan dan ikan. Jangan anggap remeh bila kuku Anda patah. Biasanya memang keadaan seperti ini disebabkan karena kuku dalam kondisi kering. Namun jangan terus menerus Anda biarkan keadaan seperti ini, karena bisa saja ini merupakan indikasi bahwa Anda terkena penyakit tiroid. 
Mata terasa kering
Mata yang terasa kering kerap disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar kita. Ini disebabkan karena air mata tidak dapat melapisi mata dengan baik. Atasi ini dengan mengonsumsi vitamin A dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi sayuran atau buah yang berwarna hijau, kuning atau orange.
Pecah-pecah di bagian ujung mulut
Penyebabnya dapat terjadi dikarenakan kekurangan zat besi, vitamin B12, B6 dan asam folat. Sebaiknya Anda mengonsumsi daging, kacang-kacangan dan sayuran berwarna hijau.
Bibir pecah-pecah
Bibir pecah-pecah yang sering kita indikasikan sebagai tanda bahwa tubuh kita mengalami panas dalam, disebabkan karena kekurangan vitamin B2. Sebaiknya konsumsi daging dan produk susu.
Kulit memerah di wajah berminyak
Kemungkinan kekurangan vitamin B2, B6, zink atau asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi daging, ikan, unggas dan kerang.
Jerawat
Timbulnya jerawat, selain bisa disebabkan karena kotoran yang menghambat di pori-pori kulit wajah kita, kemungkinan lainnya juga bisa karena kekurangan vitamin B kompleks, vitamin E dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi produk hewani, sereal, unggas dan makanan laut.
Rambut tipis
Kemungkinan kekurangan zat besi atau zink. Sebaiknya konsumsi daging, kacang-kacangan, produk susu dan kerang.
Ketombe
Kulit kepala yang berminyak serta kotoran yang menempel di rambut dapat menyebabkan ketombe. Tapi, ternyata selain itu ketombe juga dapat disebabkan karena Anda kekurangan vitamin C, B6, zink dan asam lemak esensial. Sebaiknya konsumsi buah-buahan seperti jeruk, daging, ikan, unggas dan produk susu.
Mata merah
Mata yang merah seringkali kita indikasikan karena kelelahan atau kemasukan debu. Namun, ternyata mata merah juga mengindikasikan bahwa Anda kemungkinan kekurangan vitamin A dan B2. Sebaiknya konsumsi produk susu, daging, buah atau sayuran berwarna orange dan hijau.
Luka lambat sembuh
Kemungkinan kekurangan zink. Sebaiknya konsumsi produk susu dan kerang.

Selasa, 11 Oktober 2011

SKEMA RESUSITASI JANTUNG PARU

skema Resusitasi jantung paru

Perdarahan Dalam.


Dalam pertolongan pertama, kasus Perdarahan dibagi menjadi dua jenis yaitu Perdarahan Luar dan Perdarahan Dalam. Perdarahan dalam umumnya disebabkan oleh benturan tubuh korban dengan benda tumpul, atau karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, ledakan dan lain sebagainya.

Luka tusuk juga dapat menyebabkan terjadinya hal tersebut, berat ringannya luka tusuk bagian dalam sangat sulit dinilai walaupun luka luarnya terlihat nyata.

Kita tidak akan melihat keluarnya darah dari tubuh korban karena kulit masih utuh, tapi dapat melihat darah yang terkumpul di bawah permukaan kulit seperti halnya kasus memar. Perdarahan dalam ini juga bevariasi mulai dari yang ringan hingga yang dapat menyebabkan kematian.

Untuk kasus yang menyebabkan kematian adalah karena:
  1. Rusaknya alat dalam tubuh dan pembuluh darah besar yang bisa menyebabkan hilangnya banyak darah dalam waktu singkat.
  2. Cedera pada alat gerak, contohnya pada tulang paha dapat merusak jaringan dan pembuluh darah sehingga darah yang keluar dapat menimbulkan syok.
  3. Kehilangan darah yang tidak terlihat (tersembunyi) sehingga penderita meninggal tanpa mengalami luka luar yang parah.

Mengingat perdarahan dalam berbahaya dan tidak terlihat (tersamar), maka penolong harus melakukan penilaian dari pemeriksaan fisik lengkap termasuk wawancara dan analisa mekanisme kejadiannya. Lebih baik kita menganggap korban mengalami perdarahan dalam dari pada tidak, karena penatalaksanaan perdarahan dalam tidak akan memperburuk keadaan korban yang ternyata tidak mengalaminya.


Perdarahan Luar (Terbuka).

Kerusakan dinding pembuluh darah yang disertai kerusakan kulit sehingga darah keluar dari tubuh dan terlihat jelas keluar dari luka tersebut dikenal dengan nama Perdarahan Luar (Terbuka).

Bila anda sebagai pelaku Pertolongan Pertama menemukan korban dengan kondisi seperti tersebut, maka anda harus berhati-hati dalam melakukan pertolongan karena sebagai penolong harus menganggap darah ini dapat menulari anda. Pastikan untuk memakai alat perlindungan diri, segera membersihkan darah yang menempel baik pada pakaian, tubuh maupun peralatan anda.

Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami gangguan, perdarahan luar ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian:

1. Perdarahan Nadi (Arteri), ditandai dengan darah yang keluar menyembur sesuai dengan denyutan nadi dan berwarna merah terang karena kaya dengan oksigen. Perdarahan ini sulit untuk dihentikan, sehingga harus terus dilakukan pemantauan dan pengendalian perdarahan hingga diperoleh bantuan medis.


2. Perdarahan Balik (Vena), darah yang keluar berwarna merah gelap, walaupun terlihat luas dan banyak namun umumnya perdarahan vena ini mudah dikendalikan. Namun perdarahan balik ini juga berbahaya jika terjadi pada perdarahan vena yang besar masuk kotoran atau udara yang tersedot ke dalam pembuluh darah melalui luka yang terbuka. 


3. Perdarahan Rambut (Kapiler), berasal dari pembuluh kapiler, darah yang keluar merembes perlahan. Ini karena pembuluh kapiler adalah pembuluh darah terkecil dan hampir tidak memiliki tekanan. Jika terjadi perdarahan, biasanya akan membeku sendiri. Darah yang keluar biasanya berwarna merah terang seperti darah arteri atau juga bisa gelap seperti darah vena.

Perdarahan


Sebagai seorang pelaku Pertolongan Pertama  selain dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar dan resusitasi jantung paru, anda juga harusnya dapat mengenali dan mengatasi perdarahan.

Mengenali dan mengatasi perdarahan merupakan salah satu ketrampilan utama yang juga harus dikuasai oleh seorang pelaku Pertolongan Pertama. Bila perdarahan ini tidak diatasi dengan segera maka nyawa korban dapat terancam maut dengan tanda awal menjadi lemah, syok dan akhirnya meninggal.

Untuk mengatasi perdarahan, anda harus tahu dahulu tentang sistem peredaran darah (sistem sirkulasi) yang bertanggung jawab untuk mengedarkan (mengalirkan) darah ke seluruh tubuh manusia. Adapun 3 komponen utama dalam sistem ini adalah Jantung, Pembuluh Darah dan Darah, yang ketiganya harus berfungsi dengan baik agar tidak terjadi gangguan dalam tubuh.

Dalam dunia kedokteran dikenal adanya istilah Perfusi yaitu sirkulasi darah yang adekuat ke seluruh tubuh, memasok sel dan jaringan dengan oksigen dan bahan nutrisi, serta mengangkut kembali zat karbon dioksida dan sisa pembakaran tubuh.

Jika hal di atas terganggu pada salah satu atau lebih sel dan organ tubuh oleh satu atau beberapa penyebab, maka sel atau organ tersebut akan mengalami keadaan berbahaya, yaitu akan berkurangnya pasokan darah, oksigen dan nutrisi sehingga zat sampah (karbon dioksida dan sisa pembakaran) akan bertumpuk. Keadaan ini dikenal dengan istilah Hipoperfusi atau Syok (akan dibahas lebih lanjut).

Perdarahan terjadi karena adanya gangguan rusaknya dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh ruda paksa (trauma) atau penyakit.

Perdarahan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Perdarahan luar (terbuka).
2. Perdarahan dalam (tertutup).

Kedua jenis perdarahan ini sangat berbahaya jika tidak segera ditangani, untuk lebih jelasnya tentang keduanya akan dibahas lebih lanjut.

Kesalahan melakukan tindakan dan langkah dalam Resusitasi Jantung Paru

Kesalahan melakukan tindakan dan langkah dalam Resusitasi Jantung Paru dapat menyebabkan berbagai akibat bahkan akibat fatal yang ditimbulkan seperti bertambahnya cedera bisa berujung kepada kematian.
Oleh sebab itu perlu diketahui hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan serta akibatnya agar anda sebagai pelaku Pertolongan Pertama dapat lebih berhati-hati dalam melakukan hal tersebut.
Adapun beberapa kesalahan dalam melakukan RJP dan akibat yang ditimbulkannya adalah sebagai berikut:

  1. Korban tidak dibaringkan pada bidang yang keras, hal ini akan menyebabkan Pijatan jantung luar kurang efektif.
  2. Korban tidak horizontal, jika kepala korban lebih tinggi maka jumlah darah yang ke otak berkurang.
  3. Teknik tekan dahi angkat dagu kurang baik, maka jalan nafas masih terganggu.
  4. Kebocoran saat melakukan nafas buatan, menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif.
  5. Lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut korban kurang terbuka saat pernafasan, menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif.
  6. Letak tangan kurang tepat dan arah tekanan kurang baik, bisa menimbulkan patah tulang, luka dalam paru-paru.
  7. Tekanan terlalu dalam dan terlalu cepat, maka jumlah darah yang dialirkan kurang.
  8. Rasio kompresi dan nafas buatan tidak baik, maka oksigenisasi darah kurang.
Akibat lainnya yang dapat terjadi jika RJP yang dilakukan salah adalah:

  • Patah tulang dada dan tulang iga.
  • Bocornya paru-paru (Pneumotoraks).
  • Perdarahan dalam paru-paru atau rongga dada (Hemotoraks).
  • Luka dan memar pada paru-paru.
  • Robekan pada hati.

teknik Kompresi pada korban Dewasa

Pada posting sebelumnya telah dibahas ketika melakukan Resusitasi Jantung Paru penolong harus memberikan kompresi (pijatan jantung luar) pada korban.

Untuk lebih memperjelas hal bagaimana melakukan kompresi (pijatan jantung luar) yang baik dan benar pada korban dewasa maka ikutilah langkah-langkah berikut:

Menelusuri lengkung rusuk
  1. Posisikan korban, dia harus berbaring terlentang di atas dasar yang keras misalnya lantai, jangan di atas kasur.
  2. Bebaskan pakaian di sekitar dada korban.
  3. Posisi diri penolong pada salah satu sisi penderita. Upayakan senyaman mungkin, kedua lutut penolong dibuka kira-kira selebar bahu penolong.
  4. Tentukan pertemuan lengkung iga kiri dan kanan. Raba lengkung rusuk paling bawah geser sampai bertemu dengan rusuk sisi berlawanan.
  5. Temukan titik pijatan dari pertemuan kedua rusuk tersebut diukur 2 jari ke atas pada garis tengah tulang dada.
  6. Posisikan tangan penolong pada titik pijatan, bagian yang menekan adalah tumit tangan, tangan yang bebas diletakkan di atas tangan yang satunya untuk menopang.
  7. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tangan yang menekan.
  8. Mengukur dua jari ke atas
  9. Lakukan kompresi (pijatan jantung luar), jaga agar posisi tangan tetap lurus, berikan tekanan yang sesuai kekuatan dan kedalamannya dengan keadaan penderita. Pada saat melepaskan tekanan jangan sampai tertahan.



BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.

Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.

A = Airway control atau penguasaan jalan nafas
B = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian :
penilaian respons, pernafasan dan nadi.

Penilaian respons.
Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.

Aktifkan sistem SPGDT
Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)
Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.
Airway control

Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.

Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.

Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

a. Angkat Dagu Tekan Dahi :
Angkat Dagu Tekan Dahi
Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.

b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)
Jaw Thrust Maneuver

Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.

Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang

Pemeriksaan Jalan Nafas
Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.

Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.

Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.

C. Membersihkan Jalan Nafas

- Posisi Pemulihan
Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.

Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.

Breathing Support
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:
a. Menggunakan mulut penolong:
   1. Mulut ke masker RJP
   2. Mulut ke APD
   3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu:
Masker berkatup
    Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:
Dewasa              : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th)       : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th)        : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir    : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.

Beberapa tanda-tanda pernafasan:
Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

Kurang Adekuat (kurang mencukupi)
- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental

Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung


Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.


CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.

Circulatory Support
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
- Dewasa          : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi               : 1,5 - 2,5 cm

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

langkah-langkah dalam melakukan ressusitasi jantung paru (RJP)


Pada halaman sebelumnya kita telah membahas secara umum kapan dan bagaimana Resusitasi Jantung Paru (RJP) dilakukan, juga mengenai teknik kompresi baik pada dewasa maupun pada anak atau bayi.

Nah pada halaman ini, akan lebih dijelaskan lagi bagaimana cara melakukan RJP tersebut dengan satu orang penolong. Hal ini sangat penting mengingat adanya perbedaan melakukan RJP dengan satu orang penolong atau dua orang penolong.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
  1. Periksa Respon, jika tidak ada respon
  2. Aktifkan sistem (SPGDT), minta bantuan (bila belum dilakukan)
  3. Buka jalan nafas (caranya klik disini dan disini) dan lakukan pemeriksaan nafas
  4. Lakukan bantuan nafas awal 2 kali dan jika perlu singkirkan benda asing (yang mungkin ada atau menyumbat) dari mulut korban
  5. Jika korban bernafas dan nadi karotis teraba letakkan korban pada posisi pemulihan
  6. Periksa nadi karotis jika tidak ada denyutan maka lakukan RJP
  7. Posisikan penolong dan tentukan titik pijatan
  8. Lakukan pijatan jantung sebanyak 30 kali dengan kecepatan pijatan 80 - 100 kali per menit
  9. Berikan nafas buatan 2 kali secara kuat lembut, dilakukan setelah 30 kali pijatan jantung dengan waktu per satu tiupan sekitar 1,5 - 2 detik
  10. Lakukan terus sampai mencapai 4 siklus dari 30 pijatan dan 2 bantuan pernafasan
  11. Kemudian periksa nadi karotis korban
  12. Jika nadi berdenyut dan nafas ada teruskan monitor ABC sampai bantuan datang
  13. Jika nadi berdenyut tetapi nafas belum ada maka teruskan bantuan pernafasan 10 -12 kali per menit, jika kemudian nadi masih tidak berdenyut lakukan lagi RJP. Periksa kembali nadi karotis dan nafas setiap 2 atau 3 menit kemudian.

Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010. Se[erti kita ketahui, para ilmuan dan praktisi kesehatan terus mengeavaluasi CPR atau yang lebih kita kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya setiap 5 tahun.

Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.

Rekomendasi di 2010 Pedoman mengkonfirmassi keamanan dan efektifitas dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain fan memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan konsesnsus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedomansebelumnya tidak aman atau tidak efektif.

Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010. Faokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Apnduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
http://lh5.ggpht.com/_CLJS75_Cnao/TLw9AE6kN7I/AAAAAAAAEH8/03zQJk8r27I/image%5B8%5D.png
1 Bukan ABC lagi tapi CAB
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC: airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya adalah hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa, harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.

2. Tidak ada lagi looking, listening dan feeling
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali anda, jika anda mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan mendekatkan pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan tindakan look feel listen ini hanya akna menghabiskan waktu

3. Kompresi dada lebih dalam lagi
Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 20110 ini. Sebelumnya adalah 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada dada.


4. Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekaan dada sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.


5. Hands only CPR
Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.

6. Kenali henti jantung mendadak
RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.

7. Jangan berhenti menekan
Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus tekan hingga alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali pada menekan dada.

Sumber: majalah dokter kita

Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing).  Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.

Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.

AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.

Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.

sumber: proemergency.com

Untuk mengunduh pedoma CPR 2010 dari AHA, silakan klik:
http://www.heart.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@ecc/documents/downloadable/ucm_317350.pdf

Di dalamnya terdapat materi yang berguna terutama bagi sejawat di emergency unit seperti Neonatal Resuscitation, Pediatric BLS dan ALS, Adults BLS dan ALS, CPR dan First Aid.

Kamis, 01 September 2011

Tips Hindari Radiasi Ponsel

Tips Hindari Radiasi Ponsel

Kemajuan teknologi telekomunikasi khususnya teknologi telepon seluler (ponsel) sangat luar biasa. Sehingga pemakaian handphone sangat luas di kalangan masyarakat tidak mengenal usia dan tingkat ekonomi. Bahkan hingga saat ini siapapun meski hanya dengan modal sedikit dapat memilikinya. Bukan hanya seorang berduit, bahkan seorang tukang ojek, loper koran, tukang parkir bahkan abang bentorpun sudah biasa memegang ponsel. Termasuk usia pemakaipun bukan hanya orang dewasa usia anak dan remaja adalah hal biasa sudah memegang ponsel saat sekolah.
Namun, dibalik boomingnya handphone ternyata tersembunyi dampak kesehatan sangat besar dapat terjadi pada manusia yang tidak pernah disadari. Beberapa penelitian menyatakan bahwa efek radiasi ponsel dapat merangsang  timbulnya gangguan kesehatan seperti sakit kepala, tekanan darah tinggi, penurunan fungsi syaraf dan kanker. Memang masih diperlukan studi dan penelitian panjang untuk membuktikan adanya efek radiasi ponsel, namun tidak ada salahnya mengetahui cara penggunaan ponsel untuk mengurangi efek radiasi. Berikut beberapa tips yang sekiranya berguna untuk menghindari radiasi dari ponsel.
1. Pilih Lokasi Yang Tepat Untuk Menelpon
Pilih lokasi dimana ponsel dapat menerima sinyal dengan bagus. Ketika ponsel dapat menerima sinyal dengan bagus, maka ponsel akan beroperasi dengan power dan radiasi yang rendah. Sebaliknya jika penerimaan sinyal kurang bagus, maka ponsel akan beroperasi dengan power dan memancarkan radiasi yang tinggi. Ruangan tertutup seperti ruangan dalam mobil bukanlah tempat yang tepat untuk menggunakan ponsel. Hindari tempat-tempat tertutup terutama ruangan yang didominasi oleh bahan baja atau logam. Bahan logam atau baja dapat bertindak seperti sangkar faraday yang membuat radiasi memantul kembali ke pengguna. Selain itu hindari pula lokasi dimana banyak terdapat perangkat elektronik seperti rumah sakit atau bandara.
2. Gunakan Handsfree
Semakin jauh jarak antara tubuh anda dengan ponsel berarti semakin sedikit radiasi yang diterima. Penggunaan handsfree adalah cara termudah untuk mengurangi efek radiasi ketika anda sedang melakukan panggilan. Jika anda harus melakukan pangilan tanpa handsfree, tunggu hingga panggilan terkoneksi ke operator sebelum anda menempelkan ponsel ke telinga.
3. Pegang Di Bagian Bawah Ponsel
Ketika anda sedang berbicara melalui ponsel usahakan tidak memegang seluruh bagian ponsel. Dengan memegang seluruh bagian ponsel, kemampuan ponsel untuk mengirim dan menerima sinyal akan berkurang. Ponsel kemudian akan menambah power untuk menstabilkan penerimaan maupun pengiriman sinyal. Semakin besar power yang digunakan maka semakin besar pula radiasi yang dipancarkan. Usahakan untuk memegang telepon di bagian bawahnya, sehingga tidak menghalangi kemampuan ponsel dalam menerima atau mengirim sinyal. Ponsel pun akan beroperasi dengan power yang rendah.
4. Batasi Penggunaan Waktu bicara
Hindari pembicaraan yang panjang menggunakan ponsel. Sebuah penelitian menyatakan bahwa dua menit panggilan menggunakan ponsel dapat mempengaruhi aktifitas listrik alami otak hingga satu jam kemudian. Semakin lama anda melakukan panggilan, maka semakin lama intensitas radiasi yang anda terima.
5. Manfaatkan Airtube Headset
Walau telah menggunakan headset bukan berarti Anda bisa terbebas dari efek radiasi. Salah satu solusi yakni manfaatkan airtube headset. Jenis headset ini menggunakan tabung hampa udara untuk mengirimkan suara dari speaker ke telinga anda dan tidak menggunakan konduktor logam sehingga mampu mengurangi radiasi lebih besar dibandingkan handsfree biasa.
6. Tak perlu pelindung tambahan
Ketika Anda menggunakan sarung pelindung tambahan untuk telepon, artinya Anda menutup jalur telepon untuk bisa bekerja dengan optimal. Artinya, ia akan berusaha lebih keras untuk mencari sinyal, sehingga lebih banyak radiasi yang ia keluarkan.
7. Gunakanlah SMS
Ponsel tidak menggunakan tenaga banyak ketika kita mengirimkan teks ketimbang ketika ponsel bertugas mengirimkan suara kita. Radiasi yang dikeluarkan pun juga berkurang. Lagipula, ketika kita mengetik SMS, artinya kita menjauhkan ponsel dari kepala kita.
8. Matikan ponsel ketika tidak ada sinyal.
Ketika si ponsel tidak bisa menerima sinyal cukup, ia harus mengeluarkan usaha lebih kencang untuk mencari menara pemancar. Artinya, lebih banyak emisi yang ia keluarkan. Saat Anda harus menggunakan ponsel, upayakan sinyal berada dalam kondisi penuh. Lagipula, ponsel yang terlalu lama berusaha mencari sinyal hanya akan menghabiskan baterainya.
9. Batasi Penggunaan Ponsel Untuk Anak
Jangan biarkan anak-anak untuk menelpon menggunakan ponsel dalam waktu yang lama. Karena anak-anak tentu memiliki ketahanan fisik yang lebih lemah ketimbang orang dewasa, termasuk dalam hal radiasi ponsel.
10. Hindari Menyimpan Ponsel Dalam Saku Celana Atau Ikat Pinggang
Jaringan tubuh di daerah tubuh bagian bawah disinyalir merupakan konduktor yang baik dan mampu menyerap radiasi dengan lebih cepat daripada kepala. Sebuah studi bahkan menyatakan bahwa pria yang menyimpan ponsel di dekat pangkal paha dapat mengalami penurunan jumlah sperma hingga 30 %. Untuk itu hindari menyimpan ponsel di saku celana atau ikat pinggang ketika ponsel sedang digunakan.
11. Gunakan Ponsel dengan SAR (Specific Absorption Rate) Rendah
Setiap ponsel yang beredar memiliki tingkat SAR yang berlainan. SAR diartikan sebagai ukuran tingkat penyerapan energi dari RF (radio frequency) dalam satuan watt yang dapat masuk ke dalam tubuh. Semakin rendah tingkat SAR maka kian bagus ponsel yang dimaksud. Indikator SAR umumnya sudah disertakan dalam buku manual pengoperasian ponsel.
12. EMF Protection
Gunakan perangkat baik ponsel ataupun lainnya dengan validasi EMF (electronic filed) protection. Salah satu yang mencuat saat ini seperti pemanfaatan bio energy. Radiasi EMF dapat bersifat kumulatif pada tubuh Anda, wujud yang paling mudah dilihat yakni biological stress.
13. Mengkonsumsi Suplemen
Radiasi dari perangkat Microwave di base station dapat mengurangi tingkat anti oxidant di dalam tubuh. Hal ini bisa menjadi ancaman, sebab anti oxidant diperlukan tubuh untuk perlindungan dan membawa pengaruh pada indikator stress, infeksi dan penyakit-penyakit lain. Untuk itu Anda perlu mengkonsumsi suplemen yang mengandung elemen Melatonin, Zinc, Gingko Biloba dan Bilberry Extract. Keempat elemen tersebut bisa meningkatkan anti oxidant, melindungi sel otak dan kesehatan mata.

Hernia Nukleus Pulposus

Hernia Nukleus Pulposus

Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
Pemeriksaan Diagnostik
1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I
4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.
Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan.
2. Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.
3. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
4. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.
Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.
Intervensi
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10
b. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang
c. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
d. Bantu pemasangan brace / korset
e. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
a. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
c. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
e. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
f. Kolaborasi : analgetik
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
a. Kaji tingkat ansietas pasien
b. Berikan informasi yang akurat
c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e. Libatkan keluarga
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
b. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong
c. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
d. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
e. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
f. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993

Pencegahan dan Pengobatan Penyimpangan Seksual

Penyimpangan seksual sudah berkembang pesat dilungkungan masyarakat. berikut adalah cara untuk mencegah dan mengobati penyimpangan seksual
A. Usaha-usaha pencegahan
1. Sikap dan pengertian orang tua
Pencegahan abnormalitas masturbasi sesungguhnya bias secara optimal diperankan oleh orang tua. Sikap dan reaksi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya yang melakukan masturbasi sangat penting. Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan kesehatan umum dari anak-anaknya juga kebersihan di sekitar daerah genitalia mereka. Orangb tua perlu mengawasi secara bijaksana hal-hal yang bersifat pornografis dan pornoaksi yang terpapar pada anak.
Menekankan kebiasaan masturbasi sebagai sebuah dosa dan pemberian hukuman hanya akan menyebabkan anak putus asa dan menghentikan usaha untuk mencontohnya. Sedangkan pengawasan yang bersifat terang-terangan akan menyebabkan sang anak lebih memusatkan perhatiannya pada kebiasaan ini; dan kebiasaan ini bias jadi akan menetap. Orang tua perlu memberikan penjelasan seksual secara jujur, sederhana dan terus terang kepada anaknya pada saat-saat yang tepat berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologik seperti adanya ereksi, mulai adanya haid dn fenomena sexual secunder lainnya.
Secara khusus, biasanya anak remaja melakukan masturbasi jika punya kesempatan melakukannya. Kesempatan itulah sebenarnya yang jadi persoalan utama. Agar tidak bermasturbasi, hendaklah dia (anak) jangan diberi kesempatan untuk melakukannya. Kalau bisa, hilangkan kesempatan itu. Masturbasi biasanya dilakukan di tempat-tempat yang sunyi, sepi dan menyendiri. Maka, jangan biarkan anak untuk mendapatkan kesempatan menyepi sendiri. Usahakan agar dia tidak seorang diri dan tidak kesepian. Beri dia kesibukan dan pekerjaan menarik yang menyita seluruh perhatiannya, sehingga ia tidak teringat untuk pergi ke tempat sunyi dan melakukan masturbasi.
Selain itu, menciptakan suasana rumah tangga yang dapat mengangkat harga diri anak, hingga ia dapat merasakan harga dirinya. Hindarkan anak dari melihat, mendengar dan membaca buku-buku dan gambar-gambar porno. Suruhlah anak-anak berolah raga, khususnya olah raga bela diri, yang akan menyalurkan kelebihan energi tubuhnya. Atau membiasakan mereka aktif dalam organisasi kepemudaan dan keolahragaan.
2. Pendidikan seks
Sex education (pendidikan seks) sangat berguna dalam mencegah remaja pada kebiasaan masturbasi. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya terus-menerus dilakukan sejak anak masih kecil. Pada permulaan sekolah diberikan sex information dengan cara terintegrasi dengan pelajaran-pelajaran lainnya, dimana diberikan penjelasan-penjelasan seksual yang sederhana dan informatif.
Pada tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yag lebih bebas dan dipimpin oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan menguasai bidangnya. Hal penting yang ingin dicapai dengan pendidikan seks adalah supaya anak ketika sampai pada usia adolescent telah mempunyai sikap yang tepat dan wajar terhadap seks.
B. Pengobatan
Biasanya anak-anak dengan kebiasaan masturbasi jarang dibawa ke dokter, kecuali kebiasaan ini sangat berlebihan. Masturbasi memerlukan pengobatan hanya apabila sudah ada gejala-gejala abnormal, bias berupa sikap yang tidak tepat dari orang tua yang telah banyak menimbulkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, perasaan bersalah/dosa, menarik diri atau adanya gangguan jiwa yang mendasari, seperti gangguan kepriadian neurosa, perversi maupun psikosa.
A. Farmakoterapi:
1. Pengobatan dengan estrogen (eastration)
Estrogen dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidakterkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan peroral. Efek samping tersering adalah ginecomasti.
2. Pengobatan dengan neuroleptik
a. Phenothizine
Memperkecil dorongan sexual dan mengurangi kecemasan. Diberikan peroral.
b. Fluphenazine enanthate
Preparat modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan sexual lebih dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25 mg. Efektif untuk jangka waktu 2 pekan.
3. Pengobatan dengan trnsquilizer
Diazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan kecemasan dan rasa takut. Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi sexual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan psikologik.
B. Psikoterapi
Psikoterapi pada kebiasaan masturbasi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian terhadap keluhan penderita. Menciptakan suasana dimana penderita dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal psikoterapi.
Pada penderita yang datang hanya dengan keluhan masturbasi dan adanya sedikit kecemasan, tindakan yang diperlukan hanyalah meyakinkan penederita pada kenyataan yag sebenarnya dari masturbasi. Pad kasus-kasus adolescent, kadang-kadang psikoterapi lebih kompleks dan memungkinkan dilakukan semacam interview sex education. Psikotherapi dapat pula dilakukan dengan pendekatan keagamaan dan keyakinan penderita.
C. Hypnoterapi
Self-hypnosis (auto-hypnosis) dapat diterapkan pada penderita dengan masturbasi kompulsif, yaitu dengan mengekspose pikiran bawah sadar penderita dengan anjuran-anjuran mencegah masturbasi.
D. Genital Mutilation (Sunnat)
Ini merupakan pendekatan yang tidak lazim dan jarang dianjurkan secara medis.Pada beberapa daerah dengan kebudayaan tertentu, dengan tujuan mengurangi/membatasi/meniadakan hasrat seksual seseorang, dilakukan mutilasi genital dengan model yang beraneka macam.
E. Menikah
Bagi remaja/adolescent yang sudah memiliki kesiapan untuk menikah dianjurkan untuk menyegerakan menikah untuk menghindari/mencegah terjadinya kebiasaan masturbasi.

Penggunaan Parasetamol dapat Menyebabkan Alergi dan Asma

Penggunaan parasetamol untuk bayi mungkin berhubungan dengan pengembangan alergi dan asma di kemudian hari. Tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi temuan ini. “Penelitian lanjutan perlu, apalagi manfaat penggunaan parasetamol untuk pengendalian demam masih lebih besar daripada potensi pengembangan alergi di kemudian hari,” kata Julian Crane, profesor di Universitas Otago Wellington dan penulis laporan ini.
Laporan yang telah muncul dalam jurnal Clinical and Experimental Allergy didasarkan pada studi nasional mengenai asma dan alergi. Penelitian ini menyasar penggunaan parasetamol untuk 505 bayi di Christchurch dan 914 anak usia 5-6 tahun untuk melihat apakah mereka mengembangkan tanda-tanda asma atau sensitivitas alergi. “Temuan utama adalah bahwa anak-anak yang menggunakan parasetamol sebelum usia 15 bulan (90 persen) lebih dari tiga kali lebih mungkin untuk menjadi peka terhadap alergen dan dua kali lebih mungkin mengembangkan gejala asma pada enam tahun daripada anak-anak tidak menggunakan parasetamol,” kata Crane dalam sebuah pernyataan.
Penelitian ini menemukan bahwa hingga enam tahun, 95 persen dari sampel penelitian menggunakan parasetamol dan ada peningkatan risiko yang signifikan untuk asma dan mengi. Tapi temuan tergantung pada seberapa banyak parasetamol telah digunakan, dengan risiko lebih besar bagi mereka dengan gejala asma parah.

Askep Retardasi Mental

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Permasalahan
1. Bagaimana konsep teori retardasi mental?
2. Bagamana pula memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori retardasi mental pada anak.
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Retardasi Mental
RM menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 : Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sbl 18 tahun) ditandai dengan fs. kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dll.
Sedangkan menurut WHO,retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.
Retradasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Retardasi Mental sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah Pikiran ( feeble-minded)
2. Terbelakang Mental (Mentally Retarded)
3. Bodoh atau Dungu (Idiot)
4. Pandir (Imbecile)
5. Tolol (moron)
6. Oligofrenia (Oligophrenia)
7. Mampu Didik (Educable)
8. Mampu Latih (Trainable)
9. Ketergantungan Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
10. Mental Subnormal
11. Defisit Mental
12. Defisit Kognitif
13. Cacat Mental
14. Defisiensi Mental
15. Gangguan Intelektual
Jadi, Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
B. Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
1. Organik
a. Faktor prekonsepsi : kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome dan Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neuro­cutaneos, dll.)
b. Faktor prenatal : kelainan petumbuhan otak selama kehamilan (infeksi, zat teratogen dan toxin, disfungsi plasenta)
c. Faktor perinatal : prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dll
d. Faktor postnatal : infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) – Anoksia, misalnya tenggelam
2. Non organik
a. Kemiskinan dan klg tidak harmonis
b. Sosial kultural
c. Interaksi anak kurang
d. Penelantaran anak
3. Faktor lain : Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-20% ; AAP, 1984)
C. Klasifikasi
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989):
Nilai IQ :
1. Sangat superior 130 atau lebih
2. Superior 120-129
3. Diatas rata-rata 110-119
4. Rata-rata 90-110
5. Dibawah rata-rata 80-89
6. Retardasi mental borderline 70-79
7. Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
8. Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
9. Retardasi mental berat 20-35
10. Retardasi mental sangat berat dibawah 20
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
1. Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2. Tipe sosio budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat men­gikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anak­anak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan.
Klasifikasi Menurut Page :
1. Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)
2. Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)
3. Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)
D. Manifestasi Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1. Retradasi Mental Ringan
Keterampilan social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, deficit koognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.
2. Retradasi Mental Sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi social dirinya mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan retradasi mental ringan.
3. Retradasi Mental Berat
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
4. Retradasi Mental Sangat Berat
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan efektif , perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.
E. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat , aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat membantu.
2. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakuakn bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak : terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika ; pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi. Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan kejuruan. Satu hal yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara meningkatkan kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistic.
Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat diatasi dengan penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun untuk gangguan deficit atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.
G. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5. Deficit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
H. Insiden
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kromosom
2. Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
3. Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
J. Pencegahan
1. Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
2. Konseling perkawinan
3. Pemeriksaan kehamilan rutin
4. Nutrisi yang baik
5. Persalinan oleh tenaga kesehatan
6. Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
7. Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
8. Program mengentaskan kemiskinan, dll
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data demografi
a. Identitas Klien
b. Identitas Orang tua
2. Riwayat Kesehatan
a. Tanda dan gejala :
1) Mengenali sindrom seperti adanya mikrosepali
2) Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
3) Gangguan neurologis yang progresif
4) Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
a) Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
* Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
* Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
* Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
b) Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 – 55; umur mental 3 – 7 tahun)
Karakteristik :
* Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
* Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
* Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
c) Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
* Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar sepeti makan.
* Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
* Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
d) Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
* Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi. Sensorimotor minimal, butuh perawatan total.
* Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
* Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/ tidak ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung keatas, dll
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/ melengkung tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah; dll
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/ panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan kromosom
b. Pemeriksaanurin, serum atau titer virus
c. Test diagnostic sepetti : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
2. Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
4. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
5. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
6. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias, toileting b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
C. Rencana Intervensi :
1. Dx : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan berjalan sesuai tahapan
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
c. Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
d. Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi)
2. Dx : kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
Tujuan : komunikasi terpenuhi sesuai tahap perkembangan anak.
Intervensi :
a. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
b. Berikan intruksi berulang dan sederhana
c. Beri waktu yang cukup untuk berkomunikasi.
d. Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar contoh Koran, televises, radio, kalender, jam.
3. Dx : Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
Tujuan : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang aman dan nyaman.
b. Manajemen perilaku anak yang sulit
c. Batasi aktifitas yang berlebihan.
d. Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
4. Dx : Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
Tujuan : meminimalkan gangguan interaksi social
Intervensi :
a. Bantu anak dalam mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Beri pengetahuan terhadap orang terdekat anak mengenai Retardasi Mental
c. Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain
d. Dorong anak mempertahankan hubungan dengan teman-teman
e. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
5. Dx : Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
Tujuan : keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya
Intervensi :
a. Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit anak dan rencana perawatan
b. Tekankan dan jelaskan penjelasan tim kesehatan lain tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan
c. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya
d. Ulangi informasi sesering mungkin
6. Dx : Defisit perawatan diri b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan anak.
Intervensi :
a. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
b. Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik, penurunan kognitif.
c. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
Pendidikan pada orangtua :
a. Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
b. Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
c. Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
d. Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll
D. Evaluasi
1. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
2. Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia.
3. Perilaku dan pola hidup anak jauh dari risiko cidera.
4. Anak berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain.
5. Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya.
6. Anak melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
Faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental : organik, non organik dan faktor lain (Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain).
Klasifikasi RM menurut IQ-nya yaitu retardasi mental borderline 70-79, retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69, retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51, retardasi mental berat 20-35, dan retardasi mental sangat berat dibawah 20.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain :
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
2. Gangguan komunikasi verbal b/d kelainan fungsi kognitif
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ ketidakseimbangan mobilitas fisik
4. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
5. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
6. Defisit perawatan diri b/d perubahan mobilitas fisik/ kurangnya kematangan perkembangan.
B. Saran
Penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat meningkatkan lagi ilmu dan pengetahuan yang dimiliki dibidang Keperawatan anak khususnya yang terkait dengan Retardasi Mental pada anak.